Hebat, Mahasiswa Unibraw Mampu Membuat Beras Tiruan
Beras merupakan makanan pokok bagi
sebagian besar masyarakat Indonesia. ''Belum makan kalau belum makan
nasi,'' merupakan ungkapan yang memperlihatkan begitu bergantungnya
orang Indonesia pada beras.
Mengetahui betapa tergantungnya masyarakat pada beras, tiga orang mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Brawijaya, Malang, bernama Anugerah Dany, Fathy Faisal, dan Danial Fathurrahman, mencoba untuk membuat beras tiruan. Dan tarnyata usaha itu tidak sia-sia.
Mereka berhasil menciptakan beras buatan yang merupakan olahan dari garut, singkong, dan kacang tunggak. ''Beras buatan ini memiliki kandungan gizi dan nutrisi yang lebih lengkap dan lebih bagus dari beras biasa,'' kata Anugerah Dany, seorang dari tiga peneliti beras buatan tersebut.
Bahan baku dari singkong, garut dan kacang tunggak tersebut sengaja dipilih karena harganya murah dan mudah didapat, selain kandungan nutrisinya juga bagus. Singkong merupakan bahan makanan yang kaya karbohidrat, garut kaya serat, dan kacang tunggak merupakan sumber protein yang bagus. Kalau ketiga bahan baku tersebut dipadukan akan menghasilkan nutrisi yang lebih lengkap ketimbang beras asli.
Pada awalnya, ketiga bahan dasar tersebut dijadikan tepung, kemudian diayak untuk mendapatkan tingkat ukuran yang diinginkan. Setelah diayak, kata Anugerah, bahan-bahan itu dicampur dengan bahan kimia yang aman, dan tepung tersebut dihomogenisasi, kemudian dikukus dan dikeringkan.
Menurut dia, beras buatan tersebut memiliki kandungan gizi dan nutrisi lebih baik dan lengkap. Kalau beras asli punya kandungan protein 7,1 persen, beras buatan ini mempunyai kandungan protein 8,63 persen. Sementara kandungan serat beras biasa 0,2 persen, beras buatan tersebut empat persen. Sedangkan kandungan karbohidratnya relatif hampir sama, yakni 89 persen untuk beras asli dan 80 persen untuk beras buatan.
Untuk tingkat keamanan beras buatan tersebut, Anugerah Dany secara tegas mengatakan, tidak perlu diragukan karena sudah teruji dan yang paling penting aman untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes. ''Beras buatan ini sudah teruji kualitasnya di ajang lomba teknologi pangan internasional di Chicago Illinois Amerika Serikat beberapa waktu lalu dan berhasil menyabet gelar juara III,'' katanya bangga.
Ditolak enam menteri
Temuan inovatif dari mahasiswa untuk mengatasi kebergantungan masyarakat pada beras itu ternyata tidak menggugah para petinggi negara. Beras buatan hasil racikan mahasiswa Universitas Brawijaya itu sudah disodorkan kepada para menteri yang bersentuhan dengan hasil temuannya.
Namun, tidak ada satu pun dari enam kementerian itu yang menyambut baik proposal yang diajukan para mahasiswa tersebut. Sebelum mengikuti lomba di Amerika itu, para mahasiswa tersebut telah menyodorkan proposal pembicayaan penelitian kepada enam kementerian tersebut.
''Sebelum mengikuti lomba di Chicago, kami pernah membawa proposal untuk pendanaan penelitian lebih lanjut terkait beras buatan ini. Namun ditolak oleh enam kementerian negara. Di antaranya adalah menteri Pertanian, Menegpora, dan Menristek,'' sebut Fathy.
Meski ditolak enam menteri, kata dia, mereka tetap melanjutkan proyek penelitian tersebut hingga menghasilkan beras tiruan tersebut yang kemudian dibawa untuk mengikuti lomba teknologi pangan internasional yang diselenggarakan Institute of Food Technologist (IFT) di AS pada 17-20 Juli. Dalam lomba tersebut, beras tiruan karya tiga mahasiswa Universitas Brawijaya itu mendapatkan apresiasi luar biasa dan menyabet juara III mengalahkan 11 negara dengan 33 jenis proposal yang dilombakan.
Hanya saja, kata Fathy, sampai saat ini belum ada teknologi yang tepat dan pas untuk memproduksi beras buatan tersebut dalam skala besar dan bentuknya bulirannya juga masih terlalu besar dibanding beras asli. Karena belum adanya peralatan yang tepat dan pas, kata Danial Fathurrahman, proses pembuatannya pun juga belum praktis dan harus memalui beberapa tahapan. Tahapan itu mulai dari penggilingan bahan menjadi serbuk, pengayakan, pencampuran dengan bahan kimia, pencetakan, penguapan, pengeringan, dan terakhir pengemasan.
Jika ada teknologi yang lebih bagus dengan mesin, semua proses dan tahapan itu bisa dilakukan hanya satu kali saja. ''Sampai sekarang di Indonesia masih belum ada mesin pembuat beras buatan ini,'' katanya menambahkan.
Ia mengakui, karena prosesnya yang masih panjang dan agak rumit itulah, harga beras buatan tersebut masih mahal ketimbang beras asli, yakni Rp 8.500 per kilogram. Jika sudah bisa diproduksi secara massal dengan menggunakan mesin, dipastikan harganya akan lebih murah ketimbang beras asli.
''Kami akan terus berupaya menyederhanakan proses pembuatannya dengan tidak mengabaikan kandungan gizi dan nutrisinya. Mudah-mudahan saja segera ada penemuan teknologi mesin yang bisa memproduksi beras buatan secara massal agar harganya bisa ditekan dan lebih murah ketimbang beras asli,'' tekadnya.
Mengetahui betapa tergantungnya masyarakat pada beras, tiga orang mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Brawijaya, Malang, bernama Anugerah Dany, Fathy Faisal, dan Danial Fathurrahman, mencoba untuk membuat beras tiruan. Dan tarnyata usaha itu tidak sia-sia.
Mereka berhasil menciptakan beras buatan yang merupakan olahan dari garut, singkong, dan kacang tunggak. ''Beras buatan ini memiliki kandungan gizi dan nutrisi yang lebih lengkap dan lebih bagus dari beras biasa,'' kata Anugerah Dany, seorang dari tiga peneliti beras buatan tersebut.
Bahan baku dari singkong, garut dan kacang tunggak tersebut sengaja dipilih karena harganya murah dan mudah didapat, selain kandungan nutrisinya juga bagus. Singkong merupakan bahan makanan yang kaya karbohidrat, garut kaya serat, dan kacang tunggak merupakan sumber protein yang bagus. Kalau ketiga bahan baku tersebut dipadukan akan menghasilkan nutrisi yang lebih lengkap ketimbang beras asli.
Pada awalnya, ketiga bahan dasar tersebut dijadikan tepung, kemudian diayak untuk mendapatkan tingkat ukuran yang diinginkan. Setelah diayak, kata Anugerah, bahan-bahan itu dicampur dengan bahan kimia yang aman, dan tepung tersebut dihomogenisasi, kemudian dikukus dan dikeringkan.
Menurut dia, beras buatan tersebut memiliki kandungan gizi dan nutrisi lebih baik dan lengkap. Kalau beras asli punya kandungan protein 7,1 persen, beras buatan ini mempunyai kandungan protein 8,63 persen. Sementara kandungan serat beras biasa 0,2 persen, beras buatan tersebut empat persen. Sedangkan kandungan karbohidratnya relatif hampir sama, yakni 89 persen untuk beras asli dan 80 persen untuk beras buatan.
Untuk tingkat keamanan beras buatan tersebut, Anugerah Dany secara tegas mengatakan, tidak perlu diragukan karena sudah teruji dan yang paling penting aman untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes. ''Beras buatan ini sudah teruji kualitasnya di ajang lomba teknologi pangan internasional di Chicago Illinois Amerika Serikat beberapa waktu lalu dan berhasil menyabet gelar juara III,'' katanya bangga.
Ditolak enam menteri
Temuan inovatif dari mahasiswa untuk mengatasi kebergantungan masyarakat pada beras itu ternyata tidak menggugah para petinggi negara. Beras buatan hasil racikan mahasiswa Universitas Brawijaya itu sudah disodorkan kepada para menteri yang bersentuhan dengan hasil temuannya.
Namun, tidak ada satu pun dari enam kementerian itu yang menyambut baik proposal yang diajukan para mahasiswa tersebut. Sebelum mengikuti lomba di Amerika itu, para mahasiswa tersebut telah menyodorkan proposal pembicayaan penelitian kepada enam kementerian tersebut.
''Sebelum mengikuti lomba di Chicago, kami pernah membawa proposal untuk pendanaan penelitian lebih lanjut terkait beras buatan ini. Namun ditolak oleh enam kementerian negara. Di antaranya adalah menteri Pertanian, Menegpora, dan Menristek,'' sebut Fathy.
Meski ditolak enam menteri, kata dia, mereka tetap melanjutkan proyek penelitian tersebut hingga menghasilkan beras tiruan tersebut yang kemudian dibawa untuk mengikuti lomba teknologi pangan internasional yang diselenggarakan Institute of Food Technologist (IFT) di AS pada 17-20 Juli. Dalam lomba tersebut, beras tiruan karya tiga mahasiswa Universitas Brawijaya itu mendapatkan apresiasi luar biasa dan menyabet juara III mengalahkan 11 negara dengan 33 jenis proposal yang dilombakan.
Hanya saja, kata Fathy, sampai saat ini belum ada teknologi yang tepat dan pas untuk memproduksi beras buatan tersebut dalam skala besar dan bentuknya bulirannya juga masih terlalu besar dibanding beras asli. Karena belum adanya peralatan yang tepat dan pas, kata Danial Fathurrahman, proses pembuatannya pun juga belum praktis dan harus memalui beberapa tahapan. Tahapan itu mulai dari penggilingan bahan menjadi serbuk, pengayakan, pencampuran dengan bahan kimia, pencetakan, penguapan, pengeringan, dan terakhir pengemasan.
Jika ada teknologi yang lebih bagus dengan mesin, semua proses dan tahapan itu bisa dilakukan hanya satu kali saja. ''Sampai sekarang di Indonesia masih belum ada mesin pembuat beras buatan ini,'' katanya menambahkan.
Ia mengakui, karena prosesnya yang masih panjang dan agak rumit itulah, harga beras buatan tersebut masih mahal ketimbang beras asli, yakni Rp 8.500 per kilogram. Jika sudah bisa diproduksi secara massal dengan menggunakan mesin, dipastikan harganya akan lebih murah ketimbang beras asli.
''Kami akan terus berupaya menyederhanakan proses pembuatannya dengan tidak mengabaikan kandungan gizi dan nutrisinya. Mudah-mudahan saja segera ada penemuan teknologi mesin yang bisa memproduksi beras buatan secara massal agar harganya bisa ditekan dan lebih murah ketimbang beras asli,'' tekadnya.
Redaktur: Budi Raharjo
Reporter: Antara
Sumber : http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/riset/10/08/11/129499-hebat-mahasiswa-unibraw-mampu-membuat-beras-tiruan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar