........Selamat Hari Jadi Kab. Nunukan ke 13 tgl 12 Oktober 2012.......

Sabtu, 31 Oktober 2015

Night No Rice (NNR) for fivty up, Malam tanpa nasi untuk umur 50 tahun ke atas








Night No Rice for 50 up

Oleh Ir. H. Dian Kusumanto, M. Si.

Kalau gerakan One Day No Rice sudah lama dipopulerkan oleh Bapak Anton Apriyantono, sang Menteri Pertanian kala itu.  Maksudnya adalah untuk mulai mengurangi konsumsi nasi atau beras dalam seharian.

Gerakan ini mungkin saja bertujuan mencoba alternatif bahan pangan pokok non beras, bisa jadi jagung, singkong, ubi jalar, kentang, atau ubi-umbian lainnya.  Dengan seharian tidak makan nasi atau beras, dan mencoba alternatif yang lain, akan menjadi pengalaman baru pola konsumsi harian.

Kalau hal ini sering dilakukan maka tidak akan kaget suatu saat jika menghadapi situasi pola pangan tanpa nasi untuk mungkin lebih dari sehari.

Nah... yang kami perkenalkan ini agak berbeda, tetapi mempunyai niat yang sama dalam satu sisi.  Yaitu sama sama ingin mengurangi konsumsi nasi atau beras, tapi dilakukan setiap hari, yaitu khusus di malam hari.

Program ini memang sangat berkaitan dengan perbaikan pola makan menjadi pola makan yang dianjurkan terutama bagi yang sudah berusia diatas 50 tahun.  Tapi banyak juga kalangan yang menganjurkan sebaiknya menjadi habis atau kebiasaan orang dewasa usia di atas 45 tahun.

Mengapa di malam hari dianjurkan tidak mengkonsumsi nasi ?  Sebab dikhawatirkan tidak terserap dalam metabolisme tubuh secara tuntas, karena malam kita akan tidur dan mengurangi aktifitas metabolisme.
Pembakaran, respirasi, pembongkaran zat makanan dalam tubuh akan berkurang atau lambat.  Beda kalau siang hari dengan banyak aktifitas, tentu banyak pembakaran cadangan makanan di dalam tubuh.

Kebiasaan makan nasi atau karbohidrat yang banyak di malam hari ini sangat berbahaya bagi kesehatan.  Sebab akan terjadi penimbunan karbohidrat, lemak dan kandungan makanan tersisa lainnya yang berlebihan.

Kalau yang menjadi kebiasaan selama ini dengan pola makan nasi tiga kali sehari, pagi siang dan malam, maka dengan Night No Rice akan mengurangi sepertiga bagian alias 30-an % dari jatah konsumsi per kapita, khususnya yang segmen umur 50 tahun ke atas.   Kalau yang berumur 50 tahun ke atas , enerapkan pola Night No Rice ada sekitar 20 % jumlah penduduk negeri ini, berarti sudah 6 % (dari 30%x20%) kebutuhan konsumsi beras nasional.

Angka 6 % kelihatannya mungkin kecil, tapi jika dikalikan dengan konsumsi per kapita, misalnya 100 kg per kapita per tahun dikalikan lagi 250 juta penduduk, maka hasilnya adalah 15 juta x 100 kg = 1.500 juta kg = 1,5 juta ton beras.
Nah.... angka penghematannya ternyata sangat fantastik dengan  Night No Rice pola makan bukan nasi untuk Fivty Up diatas umur 50 tahun ternyata bisa menghemat 1,5 juta ton beras dalam setahunnya.  Atau dalam setiap bulan akan menghemat konsumsk beras sebesar 125 ribu ton beras.  Atau sekitar 40.000 ton beras setiap hari.

Lalu kira-kira ada berapa luas sawah yang harus menghasilkan beras sebanyak itu, yaitu 1,5 juta beras setahun.  Kalau sawah setiap hektarnya bisa menghasilkan 5 - 6 ton padi, jika dijadikan beras sekitar 3 ton beras per hektar.  Maka akan memerlukan luas panen sawah 0,5 juta hektar atau 500 ribu hektar dalam setiap tahunnya.  Jadi program NNR for 50 akan setara dengan 500 ribu hektar sawah setiap tahunnya.

Maka NNR for 50 sangat besar nilai kontribusinya dalam mengurangi konsumsi per kapita akan beras di Indonesia.  Manfaat yang lainnya pasti juga akan dirasakan oleh kaum 50 up, karena mereka menerapkan pola makan yang lebih sehat, maka derajat kesehatannya pasti ada perbaikan yang berarti.  Karena pola makan malam hari inilah yang selama ini dinilai paling mempengaruhi keragaman penyakit.  Banyak jenis penyakit yang disebabkan oleh pola makan yang tidak sehat, terutama pola makan malam.

Bagaimana menurut Anda ???

Tungku Binasa tungku masak hemat energi dan cocok untuk pedesaan



Buatan Dosen Malang Ini Diproduksi Massal di Norwegia!

51727
kompor malang
Sekali lagi karya anak bangsa tidak diakui dinegaranya sendiri. Sebuah kompor biomassa hasil penelitian Muhammad Nurhuda, seorang dosen Fakultas MIPA Universitas Brawijaya diakui di pasar internasional, bahkan sekarang sudah pada tahap produksi massal di Norwegia.

“Selain dipasarkan dan diproduksi massal di Norwegia, pemasaran dan produksi biomassa yang ditangani pihak ketiga, yakni Primecookstove ini juga dipasarkan di sejumlah negara, seperti India, Meksiko, Peru, Timor Leste, Kamboja dan negara-negara di belahan Afrika,”

Kalau dibandingkan dengan kompor tradisional yang menggunakan minyak tanah, jelas kompor biomassa ini jauh lebih hemat bahan bakar dan lebih ramah lingkungan. Karena tidak menimbulkan asal dan emisi gas buangnya jauh dibawah batas yang ditetapkan oleh WHO.

Bahan bakarnya sendiri adalah kayu cacahan yang juga sudah diproduksi massal hingga 20 ton perhari. Lalu bagaimana dengan masyarakat pedesaan yang daya belinya rendah? Bisa digunakan kayu pepohonan yang banyak ditemukan di pedesaan.

Selain kayu cacah, bisa juga digunakan juga pelet sawit atau butiran kayu. Bahkan pelet sawit dan butiran kayu ini bisa menghasilkan masakan yang lebih harum dan beraroma lho.

Mempunyai respon yang cukup luar biasa di pasar luar negeri, bagaimana dengan pasar dalam negeri?


kompor-biomassa-_151022090233-697
Kompor Biomassa via Republika

Ternyata di dalam negeri kompor ini sepi peminat dan bahkan kebanyakan enggan membelinya. Cukup ironis memang kalau melihat sudah beberapa kali ini hasil karya anak bangsa diminati oleh pasar luar negeri. Sebelum kompor biomassa ini ada mobil elektrik karya Ricky Elson yang diminati negara tetangga namun sepertinya Ricky Elson enggan untuk meneruskan pinangan negara tetangga ini. Sementara Profesor Khoirul Anwar memilih untuk mematenkan teknologi 4G nya di Jepang.

Semoga saja pemerintah bisa lebih jeli melihat hal hal seperti ini, dan mencegah karya anak bangsa dipatenkan di luar negeri. Dan semoga saja kompor biomassa ini tidak dipatenkan di luar negeri lagi, mengingat produksi massal di Norwegia sudah dilakukan.

Bagaimana menurut anda? Berikan komentarmu!

Selasa, 27 Januari 2015

Indonesia kini memasuki Darurat Pangan ???

GKR Hemas: ”Indonesia Kini Memasuki Darurat Pangan”

Ikhwan Mansyur Situmeang

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Gusti Kanjeng Ratu Hemas menyesalkan kenaikan harga sembilan bahan pokok (sembako) yang merata di berbagai daerah hari-hari belakangan ini. Pemerintah fokus membangun swasembada pangan sembari mengurangi impor pangan atau ketergantungan Indonesia yang sangat tinggi terhadap produk pangan luar negeri. Kenaikan harga pangan harus menjadi prioritas Pemerintah yang dilaksanakan sungguh-sungguh.

”Kenaikan harga sembako membuktikan bahwa Indonesia kini memasuki darurat pangan,” ujarnya di lantai 8 Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/8/2011). Kenaikan harga bukan lagi masalah rutin yang selalu terjadi selama bulan Ramadhan dan menjelang Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri, melainkan karena Indonesia kini memasuki darurat pangan.

Karenanya, Hemas mengatakan, penanganannya jangan parsial hanya mengatasi kenaikan harga sembako selama bulan Ramadhan dan menjelang Lebaran tapi harus menyeluruh mengatasi situasi kondisi darurat pangan. Caranya, Pemerintah fokus membangun swasembada pangan sembari mengurangi impor pangan. ”Kita harus membangun swasembada pangan sembari mengurangi impor sesegera dan seoptimal mungkin, terutama bahan pangan yang bisa terproduksi di dalam negeri.”

”Saat yang sama, impor pangan tidak terkontrol. Hampir semua bahan pangan yang semestinya bisa dipenuhi di oleh produk pangan dalam negeri, kini diimpor dalam jumlah besar-besaran,” kata Hemas. Akibatnya, sentra-sentra produksi di sejumlah daerah yang dulu berjaya kini merana dan terbengkalai. Misalnya, sentra produksi bawang di Brebes dan Tegal.

Ia mencatat, harga bahan pangan menaik sejak bulan Januari lalu. Sepanjang bulan Januari hingga Juni 2011, Indonesia mengimpor jutaan ton beras, jagung, kedelai, biji gandum, meslin, tepung terigu, gula pasir, gula tebu, daging, mentega, minyak goreng, susu, telur, ayam, kelapa, kelapa sawit, lada, kopi, cengkeh, kakao, cabe kering, cabai, garam, tembakau, kacang-kacangan, jagung, bawang.

Indonesia juga mengimpor bawang merah belasan ribu ton dari India, Filipina, dan Thailand. Singkong pun diimpor berton-ton dari China dan negara-negara lain. Begitu juga garam yang diimpor hampir dua juta ton dari Australia, Singapura, Selandia Baru, Jerman, dan India.

”Semuanya bahan kebutuhan pokok. Kenaikannya terus menerus. Indonesia kini menjadi negara pengimpor segalanya. Beberapa jenis berfluktuasi tetapi trend-nya naik,” ujarnya. Diperkirakan, Rp 45 triliun total impor pangan sejak bulan Januari hingga Juni 2011.

Data tersebut membuktikan kebijakan Pemerintah saat ini cenderung atau lebih suka mengimpor pangan karena mudah ketimbang fokus membangun swasembada pangan yang memerlukan kerja keras tetapi bermanfaat jangka panjang. “Dan, mungkin menguntungkan pihak tertentu,” katanya.

“Indonesia telah kehilangan kedaulatan pangannya. Pemerintah jangan lagi bermain-main dengan menyatakan persediaan pangan cukup. Bahkan ada yang menyatakan surplus. Di pasar-pasar harga pangan membumbung. DPD mengingatkan bahwa masalahnya kini bukan hanya harga-harga yang naik selama Ramadhan dan menjelang Lebaran, tapi masalah darurat pangan dan hilangnya kedaulatan pangan kita.”

Menurutnya, jika Indonesia memasuki darurat pangan dan kehilangan kedaulatan pangan maka masalah serius yang terjadi berdampak jangka pendek. Karenanya, DPD mendesak pemerintah segera menyelesaikan masalah utamanya, yakni membangun swasembada pangan sembari mengurangi impor sesegera dan seoptimal mungkin, terutama bahan pangan yang terproduksi di dalam negeri seperti garam, singkong, ayam, dan telur.

Sumber : http://m.kompasiana.com/post/read/475196/1/gkr-hemas-%e2%80%9dindonesia-kini-memasuki-darurat-pangan%e2%80%9d.html

One Day No Rice dengan Merubah Habit

One Day No Rice, Tidak Cukup Boss; Merubah Habit-nya [EkonomiNet – 16]

Muhammad Wislan Arif

Tingkat Kebutuhan Beras di Indonesia ---dapat dipengaruhi oleh Tingkat Kelahiran, Kenaikan Produksi Beras, dan Diversifikasi Bahan Pangan.

Lantas ?

Konon (masalahnya, tidak mendengar gaung kampanyenya, direktif dan pelaksanaannya) --- apa lagi keberhasilannya.Konon sejak 2010 Kementerian Pertanian telah meng-instruksikan para Gubernur dan Kepala Daerah, untuk mengurangi konsumsi nasi, lewat kampanye One Day No Rice ---Media Indonesia, Ekonomi Nasional, 25072011.

Habit, perangai mau dirubah dengan gayaFun--- Fun Bike, One Car-free Day.Ahoy !

Masalah Nasi yang menjadi menu utama di Indonesia --- bisa menjadi masalah besar apabila :

1.Gagal panen di Indonesia, baik karena pengaruh iklim, bisa pula pengaruh menurunnya kapasitas infrastruktur pertanian --- irigasi dan saluran.

2.Meningkatnya harga pupuk karena pengaruh harga gas internasional --- maupun jenis lain yang harganya meningkat di pasar internasional --- dan ini satu lagi kelemahan di Indonesia --- gangguan sistem logistik nasional, distribusi terganggu. Gangguan hama dan tingkat harga obat-obatan sarana produksi pertanian.

3.Stock Nasional terancam karena terganggunya impor;tingkat persediaan di pasar internasional, harga naik, krisis moneter kalau Indonesia sampai terlibat --- gangguan cadangan devisa atau kenaikan kurs dollar (tidak percaya Cadangan devisa Indonesia kuat, tanpa bubble economy hot money yang berspekulasi di Indonesia) --- kelesuan di USA dan Eropa, kapan rebound ? Kalau Hot money melesu apakah Ekspor Indonesia bisa cepat mengkompensir ?Untuk beli beras mas !

4.Selain peningkatan produktivitas panen padi --- juga memperhatikan segi rendemen proses pasca panen.Rada boros yang terbuang.

5.Itu tadi, Pengendalian Tingkat Pertumbuhan Penduduk harus mantap --- sesuai dengan tingkat produktivitas pertanian di bidang Beras.

6.Upaya lain, yakni Kebiasaan Konsumsi Beras sebagai bahan pangan utama dirombak--- rencanakan dengan rapi Diversifikasi Bahan Pangan :


a.Deklarasikan Bahan Pangan Indonesiaadalah : Beras, Jagung, Sagu, Umbi-umbian dari Merauke sampai Sabang

b.Bukan One Day No Rice --- tetapi mulai Gerakan Sarapan berbahan Jagung, Sagu, dan Umbi-umbian setiap hari (Kementan waspadai ketersediaan hasil pertanian tersebut)

c.Gerakan Nasional Menggunakan Bahan Sagu --- roti, kue, empek-empek, baso, cireng dan segala panganan/snack untuk rapat dan perhelatan

d.Tepung Roti, terigu yang harus impor bertahap dikurangi --- Gerakan Nasional Memakan jagung , dari jagung direbus instant, sampai dibuat Tortila, Nasi Jagung dan lain-lain --- yang cocok dimakan dengan sayur lodeh dan sambel.Kementerian Pertanian dan Bulog harus giat berkampanye, menjaga persediaan dan Kampanye Nasional makan hasil pertanian nasional.

e.Singkong, Boled, dan Umbi-umbian serta Gaplek dan tepung turunan semacamnya, menjadi Kebangga Nasional sebagaibahan makan pokok maupun jajanan Indonesia.

Gerakan Nasional itu bukan di-instruksikan kepada Gubernur dan Kepala Daerah oleh menteri Pertanian --- tetapi dari Presiden RI kepada seluruh RakyatNKRI, semua Birokrat bekerja untuk mensukseskan Program Nasional Merombak Prilaku Konsumsi PanganIndonesia(Pronas Melakukan Pangan Indonesia).

Pasti sukses dengan tindakan-ikutan, seperti berikut ini :

1.Keteladanan Presiden RI dan Para Menteri dan Birokrasi-nya.Gaya Hidup Sederhana --- Senasib dengan Rakyatnya.

2.Memberantas Budaya Korupsi dengan Tegas dan Keras

3.Tingkatkan Produktivitas Pertanian dan Pendapatan Petani

4.Isu Nasional hanya satu : Pro Poor, Pro Job, Pro Growth --- dan Pro Melakukan Pangan Indonesia !

Program Nasional Merombak Prilaku Konsumsi Pangan Indonesia --- Pro Melakukan Pangan Indonesia --- berarti Menyintai Petani Indonesia , meningkatkan potensi Ketahanan Pangan Indonesia, menghargai potensi Budaya Pangan Lokal Nenek Moyang Orang Indonesia--- meng-efisienkan Cadangan Devisa untuk PembangunanIndonesia (Ipoleksosbud Hankam).

Kalau Gagal --- pertanda Pemerintahan yang gagal merangkul Rakyatnya dengan pandangan Visioner.

Hebat kali Bah, Abang ini --- macam si Marjuki saja kulihat. [MWA]


Sumber: Mari sehari-hari Kita membiasakan bahan makanan selain Beras --- Okay kita sarapan Tiwul plus Cenil dan Singkong rebus dicocol pada Sambal Terasi. Ubi Cilembu plus Cireng juga Okay --- di akhir pekan kita makan Gatot dan Tortila jagung dengan Kari Ayam --- Alhamdullillah. Sahur dengan Empek-empek plus Sayur bening Bayam plus Oyong. Gaplek dengan Ikan Gabus Asin juga Okay.

Ini link satu lagi, soal Ketahanan Pangan juga :
http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2011/07/26/orang-miskin-indonesia-harus-makan-pangkin-aji-gile-tajuk-ide-%e2%80%93-44/

Sumber :http://m.kompasiana.com/post/read/384324/2/one-day-no-rice-tidak-cukup-boss-merubah-habit-nya-ekonominet-%e2%80%93-16.html

Swasembada Pangan tercapai berkat Sinerginya Petani dan Pemerintah

Petani Cerdas, Pemerintah Tanggap, Menuju Swasembada Pangan

Een Nuraeni

Potensi sumber daya dan kekayaan alam yang tersedia diwilayah Indonesia merupakan potensi yang sangat memberi harapan positif bagi kejayaan bangsa dan negara jika dikelola dengan optimal dan berdasarkan prinsip-prinsip efisiensi dengan mempertimbangkan masa depan generasi penerus. Indonesia yang terletak didaerah tropis yang mendapat sinar matahari sepanjang tahun dengan luas wilayah sekitar 5, 2 juta km2, memiliki kekayaan alam yang sangat besar dan memberi harapan bagi terwujudnya kesejahteraan rakyat jika dikelola secara optimal.

Indonesia memiliki lahan yang sesuai dan tersedia untuk pertanian yaitu seluas 30,67 juta hektar; 8,28 juta hektar berpotensi untuk sawah (2,98 lahan basah rawa dan 5,30 lahan basah non-rawa) dan 7,08 juta hektar untuk lahan kering tanaman semusim.(Departemen Pertanian, 2006). Berdasarkan fakta tersebut, Indonesia sebagai negara agraris sudah seharusnya menjadikan sektor pertanian sebagai landasan dan pilar pembangunan nasional. Pertanian mempunyai arti yang strategis dalam perekonomian nasional, karena menyediakan kebutuhan paling esensial bagi kehidupan yaitu pangan, dan pada saat ini menopang lebih dari 63% masyarakat Indonesia. Pertanian juga menyediakan bahan baku industri, serta membuka kesempatan usaha dibidang industri dan jasa. Keberhasilan pembangunan pertanian akan berdampak langsung dalam ketahanan dan keamanan pangan nasional.(Roedhy dkk,2009).

Terpuruknya perekonomian nasional pada masa krisis tahun 1998 yang dampaknya masih berkepanjangan hingga saat ini, membuktikan rapuhnya Fundamental perekonomian Indonesia yang kurang bersandar pada kelimpahan sumber daya domestik. Pengalaman krisi moneter dan ekonomi tersebut memberikan bukti empiris bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang paling tangguh dalam menghadapi terpaan krisi global. Bahkan hanya sektor pertanianlah satu-satunya sector yang tumbuh positif 0.03 persen (1998) sementara sektor-sektor lain bertumbuh negatif sebesar -13,7 persen (1998) akibat terjadinya krisi global.

Berbagai hasil penelitian, menyimpulkan bahwa yang paling besar kontribusinya dalam penurunan jumlah penduduk miskin adalah pertumbuhan sektor pertanian. Kontribusi sektor pertanian dalam menurunkan jumlah penduduk miskin mencapai 66%, dengan rincian 74% di perdesaan dan 55% di perkotaan. Sektor industri memang memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian Indonesia . Namun, sektor industri sendiri kenyataannya sangat sensitif. Saat kondisi kondusif bagi aktifitas ekonomi, produktifitasnya akan meningkat, tenaga kerja terserap lebih banyak sehingga mampu menumbuhkan laju perekonomian dan menekan angka kemiskinan. Sebaliknya ketika kondisi tidak kondusif bagi aktifitas ekonomi, banyak tenaga kerja yang di PHK, produktifitasnya menurun, laju ekonomi pun ikut turun, akibatnya adalah peningkatan angka kemiskinan. Saat kondisi ini terjadi dimana sektor industri melemah, sektor petanian mampu menjadi penyerap tenaga kerja terbesar. Kemungkinan yang bisa terjadi jika sektor pertanian dikesampingkan adalah tingginya angka penganguran dan perekonomian negara melemah.

Sasaran utama pembangunan jangka panjang negara ini adalah pencapaian struktur ekonomi yang seimbang, yaitu terdapatnya kemampuan dan kekuatan industri yang maju yang didukung oleh kemampuan dan kekuatan pertanian yang tangguh. Kondonasis et.al. (1991) menjelaskan bahwa pembangunan pada sektor pertanian merupakan batu loncatan penuju pembangunan pada sector industry. Keberhasilan pembangunan industri negara Jepang dan Taiwan merupakan lanjutan keberhasilan pembangunan disektor pertanian. Fakta sejarah pada pembangunan mengindikasikan bahwa industrialisasi Inggris pada abad ke 18 dan ke 19 dapat terjadi setelah perbaikan secara signifikan dalam produktifitas pada sector pertanian. Pertumbuhan Amerika dipacu oleh kemampuan pertaniannya yang sangat besar ( Lynn , 2003).

Belajar dari pengalaman masa lalu dan kondisi yang akan dihadapi saat ini, sudah selayaknya sektor pertanian menjadi sektor unggulan dalam menyusun strategi pembangunan nasional. Kita sangat senang dengan pilihan pemerintah untuk memberikan perhatian pada sektor pertanian, karena memang itulah kekuatan negeri ini, tidak mungkin pertanian kita akan maju tanpa adanya keterpihakan dari pemerintah. bangsa ini akrab dan mengenal betul pertanian. Sektor pertanian haruslah diposisikan sebagai sektor andalan perekonomian nasional. Hal ini sejalan dengan prioritas pembangunan ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu, dimana salah satunya adalah Revitalisasi Pertanian dan Perdesaan.

Kita tahu bahwa Indonsia juga pernah menjadi negara yang berswasembada, hingga mendapat julukan “Macan Asia”. Selama periode 2004-2008 pertumbuhan produksi tanaman pangan secara konsisten mengalami peningkatan yang signifikan. Produksi padi meningkat rata-rata 2,78% per tahun (dari 54,09 juta ton GKG tahun 2004 menjadi 60,28 juta ton GKG tahun 2008 (ARAM III), bahkan bila dibanding produksi tahun 2007, produksi padi tahun 2008 meningkat 3,12 juta ton (5,46%).

Pencapaian angka produksi padi tersebut merupakan angka tertinggi yang pernah dicapai selama ini, sehingga tahun 2008 Indonesia kembali dapat mencapai swasembada beras, bahkan terdapat surplus padi untuk ekspor sebesar 3 juta ton. Keberhasilan tersebut telah diakui masyarakat international, sebagaimana terlihat pada Pertemuan Puncak tentang Ketahanan Pangan di Berlin bulan Januari 2009. Beberapa negara menaruh minat untuk mendalami strategi yang ditempuh Indonesia dalam mewujudkan ketahan pangan. (Abdul Munif, 2009)

Swasembada (self suffiency), bisa diartikan memenuhi seluruh kebutuhan dari produksi sendiri. Itu artinya, swasembada terkait erat dengan keseimbangan antara pasokan dan permintaan. Demi mencapai swasembada pemerintah perlu kembali mempertegas keterpihakannya kepada petani dan produk-produk pangan domestik, baik dalam kebijakan pangan nasional maupun dalam kesepakatan perdagangan bebas. Tanpa keterpihakan tersebut, sangat sulit untuk mewujudkan kembali swasembada pangan Indonesia . Produk pangan dalam negeri menjadi tidak m endapat tempat dinegeri sendiri. Posisi petani tetap sulit terangkat; sekedar tukang tanam berpenghasilan rendah, kondisi ini tentu sulit membawa kita ke level swasembada yang sesungguhnya.

Petani sebagai aktor utama peningkatan produksi pangan perlu mendapatkan perhatian kerena mereka memilki andil besar dalam keberhasilan pengelolaan tanaman. Walaupun bibit yang digunakan merupakan varientas unggul, tapi jika petani tidak mampu mengelola benih itu dengan baik, maka hasilnya pun tidak akan maksimal. Untuk menghasilkan produk yang prima, petani mesti memiliki pengetahuan mengenai tata kelola tanam. Namun pada kenyataannya, pengetahuan yang dimiliki petani kurang memadai, sehingga produksi pertanian menurun. Kurangnya pemahaman petani dalam dalam penggunaan zat kimia pada pupuk dan pestisida misalnya, menjadi salah satu kendala produktifitas lahan.penggunaan zat-zat kimia yang berlebihan akan membuat tingkat kesuburan tanah menjadi berkurang dimasa-masa selanjutnya.

Dalam cakupan yang lebih luas, masalah yang dihadapi oleh petani, bukan hanya berkisar diseputar upaya peningkatan produksi dan produktivitas. Dewasa ini, para petani dipedesaan dihadapkan pula dengan problematika pasar, distribusi, konsumsi, sarana produksi, infrastruktur, kewiraswastaan, kewirausahaan, pemodalan, asuransi, daya beli, dan lain sebagainya yang tujuannya menuju kearah kesejahteraan kehidupannya.

Membangun petani, bukan hanya tugas dan tanggung jawab pemerintah melalui Departemen Pertanian saja. Membangun petani adalah tugas semua pihak yang memiliki kaitan dan hubungan dengan nasib dan kehidupan petani. Seperti kementrian UKM dan koperasi, mendapat kewajiban untuk melakukan pencerdasan kepada petani melalui kiat-kiat dagang dan berusaha, memberikan nasehat dalam mengelola usaha tani, dan penyebaran informasi pertanian. termasuk penerapan koperasi dalam kehidupan kaum tani. Departemen Lingkungan Hidup juga berperan sangat penting terkait dengan tata cara berbudidaya yang ramah lingkungan dan menjaga kelestarian alam.

Badan Pertahanan dan Keamanan juga sangat penting peranannya, khususnya dalam mengantisipasi alih fungsi lahan yang hingga kini tampak semakin tidak terkendali. Desakan dan tekanan untuk mengalih fungsikan lahan produksi pertanian ke non-pertanian karena kebutuhan penduduk akan perumahan dan pemukiman, mau tidak mau menuntut kepada kita untuk kembali mempertimbangkannya. Sedangkan Deptan sendiri yang didalamnya ada badan ketahanan pangan , badan SDM, badan penelitian dan pengembangan, dimana badan tersebut memilki kewajiban untuk meningkatkan kemampuan dan kewenangan petani dalam kehidupannya.

Dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani, pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan produktivitas dan kesejahteraan bangsa dikarenakan petani mampu mengupayakan ketahanan, keamanan dan mutu pangan dan hasil produksinya

Pemerintah sebagai pembuat peraturan dan kebijakan memiliki peran yang sangat vital bagi pembangunan pertanian bangsa. Setiap keputusan dan kebijakan yang ditantukan berdampak langsung pada pertanian Indonseia salah satunya. Salah satu yang cukup membuat petani bahagia ialah pernyataan menteri pertanian Indonseia dipenghujung tahun 2009 lalu mengingat kekhawtiran petani terkait masalah konversi lahan yang sedang gencar terjadi hingga membuat lahan pertanian semakin sempit. Menurut Suswono, Salah satu langkah pemerintah untuk menjaga ketahanan pangan adalah memperluas lahan pertanian. Pemerintah akan menjamin tambahan lahan-lahan baru untuk kepentingan pertanian, dimana pembukaan lahan baru bukan dengan cara membuka kawasan hutan, melainkan melakukan konversi lahan-lahan tidur di seluruh wilayah Indonesia menjadi lahan produktif.

Departemen Pertanian mencatat, lahan tidur di Indonesia mencapai lebih dari 7,13 juta hektar. Dari total 7, 13 juta hektar lahan tidur, Badan Pertanahan Nasional (BPN) akan menyiapkan seluas dua juta hektar lahan tidur untuk kepentingan pertanian. Suswono juga meyakinkan bahwa Pemerintah akan sepenuhnya memanfaatkan tanah tersebut sebagai bagian dari program ketahanan pangan Indonesia . Kita semua berharap pemanfaatan lahan tidur bisa membuat kegiatan pertanian maupun peternakan mewujudkan swasembada pangan semakin optimal. Selain perluasan lahan, pemerintah akan merehabilitasi infrastruktur irigasi untuk kepentingan menjaga ketahanan pangan. Rencananya tahun ini, secara bertahap pemerintah merehabilitasi 1,5 juta hektar lahan irigasi di 16 provinsi penyangga pangan nasional  (kompas, 2009).

Fanatisme petani dan penggunaan pupuk juga merupakan persolan klasik. Kekurangan pasokan pupuk merupakan beberapa persoalan yang melilit petani. Setiap musim tanam kelangkaan pupuk pasti terjadi. Tata niaga dan distribusi pupuk belum memihak pada petani. Upaya menciptakan ketahanan pangan bukannya tanpa rencana. Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengingatkan pemerintah soal ancaman kelangkaan pupuk tahun depan yang dapat berimbas pada produksi pangan nasional.

Selain karena minimnya anggaran subsidi pupuk, sejumlah pabrik pupuk juga belum memperoleh kontrak perpanjangan pasokan pupuk. DPR meminta Pemerintah Daerah membantu pengadaan pupuk melalui APBD. Pemerintah Daerah diminta untuk memberikan subsidi pupuk bagi wilayahnya. Pasalnya, anggaran subsidi pupuk nasional telah dipangkas sebanyak Rp 6,3 triliun, dari anggaran semula Rp 17,5 triliun menjadi Rp 11,3 triliun. Padahal, dengan anggaran Rp 17,5 triliun pun kebutuhan pupuk murah bagi petani belum juga terpenuhi.(kompas, 2009).

Berdasarkan berbagai kendala dan permasalahan bangsa Indonesia dalam mewujudkan swasembada pangan yang berkelanjutan demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui sistem pertanian industrial, maka kita harus konsisten mengacu pada visi Indonesia 2030 yaitu:
“Negara maju yang unggul dalam pengelolaan sumber daya alam.”
Dengan demikian kondisi pertanian pada tahun 2030 harus dapat menopang situasi negara maju yang berbasis kekayaan alam yaitu swasembada pangan dalam situasi petani yang sejahtera.

Dengan dua kata kunci tersebut, visi pertanian adalah: “ Pertanian tangguh dan modern berbasis pada pengelolaan sumber daya alam dan genetikc secara berkelanjutan yang menjamin ketahanan, keamanan dan mutu pangan, penyediaan bahan baku industri dan kesejahteraan petani, serta berdaya saing global.”

Daftar Pustaka:
Lynn, Stuart R. 2003. Economic Development: theory and practice for a divided world. Prentice Hall. New Jersey.
Rangkuti, Parlaungan adil. 2007. Membangun Kesadaran Bela Negara. Bogor: IPB Press.
Tim Pengajar PIP. 2006. Kumpulan Makalah Pengantar Ke Ilmu Ilmu-ilmu Pertanian. Bogor: IPB Press.

Referensi:
Handoko 2009, Keadaan Iklim Indonesia. Kumpulan Artikel Pengantar ke Ilmu-ilmu Pertanian. Bogor:IPB Press"
http://www.iasa-pusat.org/artikel/strategi-dan-pencapaian-swasembada-pangan-di-indonesia.html
http://km.itb.ac.id/web/diskusi/?p=8
http://abisyakir.wordpress.com/2009/03/09/benarkah-indonesia-sudah-swasembada-pangan/
http://lestarimandiri.org/id/beranda/arsip-berita/78-arsip-berita/311-petani-di-indonesia-belum-mengetahui-informasi-mengenai-perubahan-iklim.html
http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/13993/3/9_visi_pertanian_2030_Poerwanto_etall.pdf
http://bima.ipb.ac.id/~tpb-ipb/materi/pip/PENGANTAR%20ILMU%20PERTANIAN.pdf


Sumber : http://m.kompasiana.com/post/read/491742/3/petani-cerdas-pemerintah-tanggap-menuju-swasembada-pangan.html


One Day No Rice.... But With Thiwul...





One Day, No Rice: Memori Nasi Tiwul dan Nasi Jagung

Oleh : Heri Purnomo

Sehari tanpa nasi  ?   Wow, mana bisa. Begitu mungkin yang terbayang jika saat ini ditawarkan kepada rata-rata manusia Indonesia yang sudah terbiasa makan nasi (nasi berbahan dasar beras) dua sampai tiga kali sehari. Bahkan meskipun kita sudah makan roti , mie, atau makanan selain nasi yang mengandung karbohidrat dengan porsi yang banyak, masih saja perut ini menagih nasi. Tak terkecuali penulis..hehe.

Menyikapi Program yang dicanangkan oleh Pemda Depok, Jawa Barat dengan Program One Day No Ricenya, yaitu sehari dalam satu minggu tanpa makan nasi tentu sebagai warga Depok, perlu tahu apa maksud program ini, dan mengapa sampai program ini menjadi begitu penting untuk diterapkan. Padahal kita hampir tak pernah meninggalkan menu pokok ini untuk dikonsumsi sehari-hari, ibaratnya sudah seperti ikan dengan air. Seolah-olah tanpa nasi kita tidak bisa hidup. Tentu, sebenarnya tidak demikian.

Menurut Pemerintah Daerah Kota Depok, alasan utama yang melatarbelakangi gerakan One Day No Rice (ODNR) adalah untuk mengurangi konsumsi beras karena konsumsi beras di Indonesia sudah berlebih dari negara tetangga. Selain itu, gerakan ini juga untuk mendukung pola konsumsi pangan beragam, berimbang, bergizi karena sumber karbohidrat tidaklah didapat hanya dari beras saja. Gerakan ini juga memiliki dampak positif dibidang kesehatan dan ekonomi karena dapat menjaga kestabilan harga bahan pokok, menekan laju inflasi, dan membuat kita menjadi sehat karena tidak berlebihan dalam mengkonsumsi karbohidrat. Gerakan ini merupakan sarana untuk mengajak bangsa agar hidup secara sehat karena tingkat obesitas kita sudah cukup tinggi dan berlebih dalam mengkonsumsi karbohidrat yang mayoritas adalah beras hingga  70%. Gerakan ini juga dapat memperkuat ketahanan pangan dan mewujudkan penganekaragaman pangan yang berbasis pada potensi sumber daya lokal.

Sebuah gerakan yang patut diapresiasi, karena kian hari perkembangan kehidupan masyarakat kita ternyata semakin sulit. Terutama dalam masa pemerintahan saat ini. Maka, dikhawatirkan apabila ketergantungan kita sudah demikian tinggi terhadap beras, akan lebih memperburuk lagi keadaannya jika tak bisa membuka diri untuk mencoba alternatif lain sebagai pola makan kita sehari-hari. Mungkin pada awalnya terasa berat, apalagi jika sedari kecil kita memang tak pernah makan makanan pokok selain nasi beras. Tapi hal ini tentu bisa dilatih, sedikit demi sedikit. Makanya pemerintah saat ini hanya menerapkannya dimulai dari lingkungan PNS di kota Depok dulu dan hanya sehari dalam satu minggu yaitu hari Selasa. Baru nanti perlahan-lahan akan menyebar ke seluruh warga Depok.

Dan memang, setiap program tentu selalu ada pertentangan dan penolakan dari warga. Namun, jika memang program ini nantinya akan memberi manfaat banyak, penulis yakin pada akhirnya akan bisa diterima dengan baik, meskipun harus selalu ada perbaikan prasarana, sumber daya dan sosialisasi terus menerus kepada masyarakat.

Saya jadi teringat waktu kecil dahulu, di Wonogiri, yang dengan pantun khasnya 'Wonogiri gunung gandul, makan pokok nasi tiwul".   Sampai kelas VI SD  makanan pokok masih diselingi nasi tiwul karena beras memang mahal waktu itu. Tidak hanya itu, bahkan di awal-awal masuk SD , makanan pokok dulu ada 4 macam. Nasi tiwul, nasi jagung, nasi beras ( sangat jarang, mungkin sebulan juga belum tentu ketemu ) , nasi "Canthel" , yang terakhir ini sekarang sulit didapatkan. Saya tidak tahu namanya dalam bahasa Indonesia kini, yang pasti nasinya berbentuk bulat-bulat seperti mutiara, dan teksturnya lengket. Tapi enak juga sebagai makanan pokok, apalagi dengan parutan kelapa sangat enak.

Nah, intinya sebenarnya kita bisa beradaptasi dengan berbagai macam makanan pokok sebagai sumber karbohidrat. Hanya memang dalam kondisi sangat mudah mendapatkan nasi beras saat ini, tentu terasa berat  jika dipaksa untuk makan makanan lain. Namun, tentu jika mencoba memahami keprihatinan dan semangat pemerintah untuk mensukseskan program ini, dan juga sebagai rasa turut memikirkan kelangsungan kehidupan di masa yang akan datang dengan segala tantangan yang akan dihadapi bersama, pengorbanan  untuk mengurangi sedikit kenikmatan penulis rasa cukup wajar.

Dan sepertinya, tidaklah terlalu sengsara jika sehari saja makan nasi tiwul atau nasi jagung dalam seminggu, bahkan lebih dari itu. Terutama yang pernah mengenyam masa-masa kecil dengan makanan seperti ini.

Namun, sayangnya sampai saat ini ketersediaan alternatif pengganti nasi beras belum bisa didapat dengan mudah. Mungkin kalo ke Pasar tradisional yang besar baru ada yang menjualnya. Di samping itu, cara-cara membuat nasi non beras, seyogyanya pemerintah juga mensosialisasikannya dengan memberikan edukasi kepada masyarakat.

Rasanya, makan nasi tiwul buat sebagian orang seperti bernostalgia, namun buat sebagian orang yang masih asing mungkin sebuah penderitaan atau pengorbanan barangkali ya. Tapi, jika keadaan memaksa, manusia pada umumnya  mampu beradaptasi dengan keadaan sesulit apapun.



Selamat menikmati nasi tiwul dan nasi jagung.  Semoga masa depan tak seburuk yang dibayangkan, dan kita tak sampai kelaparan karena bersikeras harus memakan nasi dari beras.

Yuk, belajar lagi makan tiwul.

Salam Tiwul.

Sumber : http://m.kompasiana.com/post/read/446257/2/one-day-no-rice-memori-nasi-tiwul-dan-nasi-jagung.html


Menghindari Diabetes dengan Mengurangi Konsumsi Nasi Putih


Mengurangi Konsumsi Nasi Putih untuk Kesehatan

Oleh Bude Binda

Sebenarnya sudah sering dengar dan baca kalau ingin sehat dan tidak kena diabetes kurangi nasi putih. Namun saya masih sulit melakukannya, secara perut saya Indonesia banget kalau belum ketemu nasi walau sudah makan roti, mi serasa belum kenyang.

Namun tulisan di halaman IPTEK Kompas tentang hasil penelitian yang meneliti kaitan konsumsi nasi putih dengan diabetes telah membuatku tersadar. Di tulisan itu disebutkan hasil penelitian  konsumsi nasi putih yang banyak seperti orang Indonesia pada umumnya bisa mengakibatkan diabetes. Namun nasi putih yang dimakan hanya beberapa piring saja tiap minggunya seperti orang Jepang tak berakibat diabetes.

Saya pun mulai mengurangi makan nasi putih. Terus makan apa? Jika adanya nasi putih ya dikurangi porsinya, biasanya satu piring jadi hanya 3-4 sendok saja.  Kalau sempat ke pasar ya beli nasi jagung, saya sehari itu makan nasi jagung seperti lagu Iwak Peyek, makan nasi jagung dengan rempeyek ikan teri....

Sedang hari Minggu, saya sempatkan masak nasi beras merah atau leye. Leye atau thiwul itu nasi dari singkong yang telah diolah sedemikian rupa. Saya beli leye mentahnya di pasar. Tanya ke penjualnya cara masaknya. Diajari, "Leyenya dicuci bersih Bu, terus dibiarkan dulu kira-kira setengah jam, dikukus sampai matang, kalau masih kurang air ya diperciki air". Saya pun masih tanya ke tetangga cara memasak leye/thiwul ini, ternyata caranya sama, saya coba dan sukses! Leyenya saya beri garam saat mengukus, juga kelapa parut yang dibubuhi garam. Rasanya enak, apa lagi kalau disantap dengan kluban/urap.

Memasak nasi beras merah sama saja seperti masak nasi putih. Saya masaknya di atas kompor bukan pakai rice cooker atau majic jar karena tak suka. Beras dicuci, dimasak dengan air yang diukur setinggi dua ruas jari di atas beras. Berasnya terendam dan airnya setinggi dua ruas jari.....Setelah air habis, nasi setengah matang dikukus di dandang. Dimasak lagi setengah jam, matang. Siap disantap dengan lauk dan sayur seperti kalau makan nasi putih.

Nasi merah banyak mengandung serat dan indeks glikemiknya rendah sehingga  rasa kenyangnya lebih lama.

Saya mencoba hidup sehat karena riwayat keluarga, ayah, om, nenek terserang diabetes. Saya usahakan tiap pagi lari 7 menit. Saya pernah baca hasil penelitian lari 7 menit tiap hari mencegah diabetes.

Yuk, kurangi konsumsi nasi putih. Banyak kok pengganti karbohidrat selain nasi putih. Singkong, jagung, keladi, sukun, suweg. Lebih sehat dan akan mengurangi impor beras.

Anda setuju?


Sumber :http://m.kompasiana.com/post/read/465989/2/mengurangi-konsumsi-nasi-putih-untuk-kesehatan.html