........Selamat Hari Jadi Kab. Nunukan ke 13 tgl 12 Oktober 2012.......

Rabu, 17 Juni 2009

MENCARI SOLUSI ALTERNATIF PAKAN TERNAK DI KRAYAN






MENCARI SOLUSI ALTERNATIF PAKAN TERNAK DI KRAYAN
 
Oleh : Dian Kusumanto


Ada kenyataan yang tidak terduga sebelumnya, yaitu bahwa beras juga banyak dikonsumsi untuk pakan ternak, bahkan cendrung lebih banyak dibandingkan untuk pangan manusia. Jenis ternak yang diberikan pakan berupa nasi, beras ataupun padi (gabah) yaitu babi, ayam, dan itik.

Dari 2 responden yang diwawancarai telah hampir mewakili keadaan masyarakat di Kecamatan Krayan yang menunjukan fenomena ini. Dari seorang responden (keluarga Charles dengan 4 orang anggota) menunjukan bahwa produksi beras dari lahan sawah keluarganya ada 2.040 Kg beras/ tahun, digunakan untuk konsumsi keluarga sebesar + 365 Kg/tahun sedangkan untuk pakan ternak 2 (dua) ekor babinya juga hampir sama yaitu + 365 Kg/ tahun.

Dari keluarga saudara Hengki dengan anggota keluarga (6 dewasa dan 3 anak-anak). Dalam setahun membutuhkan konsumsi beras mencapai 730 Kg/tahun, sedangkan untuk ternaknya 3 ekor babi, ayam 8 ekor dan itik 5 ekor memerlukan beras sekitar 1642 Kg/ tahun. Padi untuk pangan dan pakan diperlukan beras sekitar 2.372 Kg/ sedangkan produksinya dalam setahun hanya sekitar 2 ton beras.  Jadi diakui kalau keluarga Hengki sering membeli beras dari tetangganya. 

Keadaan ini berlaku hampir di seluruh masyarakat Krayan, yaitu rata-rata memiliki ternak baik babi, ayam, atau itik bahkan kerbau.  Jadi fenomena bahwa konsumsi beras oleh ternak jauh melebihi yang dikonsumsi manusianya, memang terjadi

Angka produksi itu sendiri biasanya masih dikurangai 10% untuk kepentingan ”perpuluhan” yang dikumpulkan untuk gereja. Penyetoran 10% dari hasil produksi ini dilakukan setelah hasil panen sudah bisa dihitung.  Artinya hasil produksi padi atau beras yang disimpan adalah sekitar 90 %, kemudian harus dicadangkan bagi keperluan konsumsi angota keluarga dan sekaligus untuk pakan ternak mereka.  Kalau ada sisanya baru bisa untuk dijual atau dibarter dengan kebutuhan lainnya sehari-hari, atau untuk keperluan anak sekolah, kegiatan sosial dan lain-lain.

Ada yang mengatakan bahwa hampir separuh dari lumbung itu dicadangkan untuk pakan ternak.  Boleh jadi bisa dikatakan bahwa berternak di Krayan ini biayanya sangat besar dan mahal. Kalau dihitung-hitung dengan harga berasnya untuk pakan yang dikonsumsi dibandingkan dengan harga jual ternak masih rugi.

Contoh seperti babi dengan ukuran 10 jengkal baru dapat dijual antara Rp 4-5 juta/ ekor, sedangkan untuk memelihara selama 2 tahun tersebut perlu beras sekitar 600-750 Kg atau kalau harga beras Rp 10.000/ 15 Kg biayanya setara beras + Rp 4/5 juta belum biaya yang lain seperti mencari keladi, dedak dan lain-lain. Selama ini beras memang melimpah di Krayan namun hanya sebagian kecil yang bisa dijual ke luar daerah.

Oleh karena itu perlu studi yang lebih luas yang memastikan secara kwantitatif tentang fenomena dominansi beras untuk pakan ternak.  Bisa jadi ini menjadi penghambat/ kendala bagi pengembangan usaha peternakan di Krayan.

Fenomena ini menjadi kendala manakala ada rencana program pengembangan ternak seperti babi, itik, ayam, dll.  Budaya kebiasaan memberikan pakan dengan bahan pakan selain nasi,  padi,  atau beras perlu dikembangkan.  Artinya kalau masukkan program pengembangan ternak harus sekaligus satu paket dengan pengadaan bahan pakaan alternatifnya.  Perlu diberikan modal-modal percontohan uji terap yang langsung bisa dilihat, dipraktekan oleh petani dan peternak.

Pola pengembangan alternatif usaha ternak disodorkan juga dengan program pakan dari non pangan pokok (beras/ padi). Seberapa sumber bahan pakan alternatif yang bisa dikembangkan antara lain talas, ubi kayu,  azolla,  dll.

1) Ubi kayu atau singkong
 Singkong mudah ditanam dan tersedia aneka jenis disesuaikan dengan kesukaan ternak. Singkong mentah dapat diberikan kepada ayam, itik, babi bahkan kerbau dengan cara dicincang atau dipotong kecil-kecil lebih dahulu.
 Daun atau kulit singkong dari limbah industri singkong bisa dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak kerbau, sapi atau babi.
 Seandainya sudah ada permasalahan pengolahan singkong maka alternatif pakan ternak adalah berasal dari limbah berupa kulit ubi dan daun serta pucuk tanaman singkong yang dipanen.

2) Azolla
 Azolla sangat cocok di Krayan yang berhawa dingin dengan internsitas cahaya yang agak kurang.  Perkembangan azolla sangat cepat dan tumbuh subur dipersawahan yang selalu berair. Azolla termasuk HMT yang mengandung protein yang cukup tinggi melebihi kandungan protein yang terdapat dalam jagung dan kedelai.
 Azolla menjadi sumber pakan yang cukup bermutu tinggi karena kandungan proteinnya yang tinggi.  Azolla dapat dijadikan pakan ternak seperti itik, ayam, babi, sapi, dan kerbau serta pakan untuk ikan di kolam atau di sawah.
 Sawah yang ditumbuhi azolla kalau ada ikan maka biasanya ikannya menjadi lebih besar dan gemuk-gemuk.
 Babi yang diberi pakan dengan campuran azolla lebih cepat perkembangannya, sehingga lebih cepat dapat dijual. 
 Demikian juga bila azolla dibagikan kepada itik atau ayam dengan cara dicampurkan pada pakan yang lain seperti dedak atau ubi kayu atau tepung gabah.
 Kerbau dan sapi juga memungkinkan untuk dapat dikandangkan dengan menyediakan pakan HMT dari azolla, azolla bisa disiapkan secara khusus untuk pakan sapi atau kerbau yang dikandangkan.
 Karena pertumbuhannya sangat cepat, azolla yang ditanam pada sawah atau kolam dengan luas 1 ha dapat di hasilkan azolla segar sekitar + 320 ton/ tahun/ ha, atau sekitar 880 Kg/ hari/ ha, atau hampir 1 ton/ hari/ ha. Jika satu ekor ternak kerbau memerlukan kurang lebih + 40 Kg HMT/ hari/ ekor, maka akan bisa dikandangkan sekitar 20-25 ekor kerbau dengan luas lahan azolla 1 ha.
 Kalau ada kerbau 100 ekor maka lahan budidaya azolla yang diperlukan adalah 4-5 hektar. Angka ini masih bersifat sementara karena menggunakan asumsi hasil dari penelitian di daerah Malang, Jatim.  Sedangkan di Krayan pertumbuhan Azolla ternyata lebih cepat, mungkin disebabkan bahan organik lahannya yang masih sangat tinggi dan iklimnya yang sangat cocok.

Di Krayan Induk Azolla sudah cukup berkembang dengan baik, namun masyarakat belum paham nilai dan kegunaannya.  Sawah-sawah di Krayan biasanya agak jauh dari pemukiman penduduk yang sekaligus tempat beternaknya.  Sehingga letak pengembangan ternak dan letak sumber pakan (Azolla) seharusnya bisa di dekatkan. Letak yang jauh antara sumber pakan & ternaknya menjadi sebab program alternatif akan ini terhambat.

Jarak yang cukup jauh dari rumah pemukiman ke sawah, jalan yang belum bagus, sarana transportasi yang agak sulit menyebabkan program lambat bisa diserap atau diterapkan dalam skala luas.  Seharusnya ada skema atau arah program untuk mendekatkan lahan Azolla yaitu lahan sawah dengan tempat usaha peternakan.  Atau bagaimana jika usaha peternakan itu dikembangkan di dekat kesawahan dengan sistem kandang.

Bisa jadi program kandangisasi kerbau ini akan menjadi pemicu berkembangnya usaha pertanian yang lain.  Hal ini karena selama ini kerbau selalu menjadi hama besar yang merusak tanaman–tanaman yang baru ditanam.  Petani menjadi malas menanami lahan atau kebunnya karena sering diganggu oleh kerbau.  Kalau kerbau dikandangkan berarti juga pupuk kandang bisa dikumpulkan dan dihasilkan,  sehingga menjamin meningkatnya produksi serta pendapatan usaha tani.  Kandang kerbau menjadi pabrik pupuk organik yang siap melayani kebutuhan pupuk lahan usaha tani sawah maupun kebun.   Usaha tani menjadi lebih bergairah karena hama kerbau bisa dikendalikan dan pupuk relatif sudah tersedia.

Dengan tersedianya alternatif pakan ternak yang cukup diluar padi/ beras/ nasi, maka ternak tidak menjadi ancaman pangan lagi.   Bahkan dari ternak dapat menghasilkan pupuk dan daging, telur dan lain–lain yang merupakan pendapatan tambahan untuk mencukupi tuntutan kehidupan yang semakin banyak ditengah perubahan kehidupan yang lebih maju.

Dengan demikian surplus beras yang selama ini terjadi bisa dijual menjadi devisa dan pendapatan lebih banyak lagi.   Apabila kalau diekspor ke negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei dengan jumlah yang lebih banyak, maka devisa yang masuk juga semangkin banyak.  

Dengan demikian mencari alternatif pakan untuk usaha peternakan berarti juga akan menambah keamanan pangan.  Dengan upaya memperbaiki cara beternak akan mengurangi gangguan hama kerbau sekaligus menyediakan pupuk, yang kemudian dapat meningkatkan produksi pertanian, meningkatkan pendapatan dan devisa bagi masyarakat dan negara. Masyarakat menjadi lebih sejahtera.  Amin.

MEMANFAATKAN SOA UNTUK BERAS KRAYAN

MEMANFAATKAN SOA UNTUK BERAS KRAYAN

Oleh : Dian Kusumanto

Menurut data Dinas Pertanian beras Krayan dan Krayan Selatan tersedia melebihi kebutuhan konsumsi masyarakat. Rata-rata kelebihannya sekitar 19.000 ton GKP atau sekitar 11.400 ton beras per tahun. Selama ini kelebihan ini belum dapat dijual semuanya ke luar daerah. Penjualan beras krayan sebagian besar adalah ke Bakalalan di Sabah Malaysia. Penjualan ke dalam negeri berjumlah sangat kecil yaitu ke Tarakan dan Nunukan, karena terkendala biaya ongkos angkut yang mahal dan sulit.

Transportasi ke Nunukan dan Tarakan hanya dapat menggunakan pesawat sedangkan pesawat masih sangat terbatas frekuensinya dan kapasitas angkutnya. Untuk angkutan barang dari Nunukan ke Long Awan dan Long Layu selama ini masih menggunakan fasilitas bantuan pemerintah melalui program SOA (subsidi ongkos angkut). Namun sayang SOA selama ini belum dimanfaatkan oleh para masyarakat untuk membawa beras keluar dari Krayan dan Krayan Selatan.

 SOA adalah program pemerintah yang dikelola bagian ekonomi Setkab untuk mensubsidi ongkos angkut barang dan penumpang. Kalau penumpang sudah dimanfaatkan dengan baik, baik pulang maupun kembalinya. Sedangkan untuk SOA barang baru dimanfaatkan untuk barang masuk ke Krayan dan belum dimanfaatkan untuk barang yang keluar dari Krayan. Oleh karena itu, ini merupakan peluang yang sangat bagus untuk membantu kelancaran pemasaran beras Krayan ke luar daerah.

Untuk memanfaatkan SOA barang keluar diperlukan kesiapan dari para pelaku usaha di Krayan. Barang yang paling tersedia di Krayan dan yang perlu untuk dicarikan akses penjualannya adalah beras. Beras Krayan memiliki keunggulan dan sudah sangat terkenal yaitu selain aman karena merupakan produk yang organik, juga karena rasanya yang enak dan sangat khas tidak ditemui dari beras-beras lainnya. Namun sayang, beras Krayan sulit didapatkan, tidak tersedia di toko-toko di Nunukan. Pada saat diperlukan sulit mencarinya, salah satu caranya maka harus memesannya kepada kenalan yang ada di Krayan. Itu pun masih sulit karena belum tentu dapat diangkut oleh pesawat.  

Maka dengan memanfaatkan jatah ongkos angkut barang oleh pesawat yang kosong dengan beras hasil produksi dari Krayan akan ada jaminan akses angkutan sehingga beras akan tersedia di Nunukan. Dengan fasilitas lebih dari SOA ini maka biaya ongkos angkut beras bisa lebih murah dari tarif umum yang biasanya sebesar + Rp 10.000/Kg.

Pada tahun 2009 ini SOA dikerjasamakan dengan Perusahaan Penerbangan Susi Air menggunakan Pesawat dengan kapasitas angkut sekitar 1 ton. Frekuensi penerbangannya adalah sebanyak 2 (dua) kali dalam seminggu. Dengan demikian maka, kapisitas angkut barang keluar yang bisa dimanfaatkan :
• Long Bawan–Nunukan : 2 trip/minggu dengan kapasitas + 2 ton/Kg.
• Long Layu-Nunukan : 2 trip/minggu dengan kapasitas + 2 ton/Kg.
Sehingga peluang beras yang dapat diangkut per minggu + 4 ton, atau sekitar 16 ton/bulan.

Sekarang tergantung dari kinerja penguasaha yang memanfaatkan fasilitas ini. Pengusaha yang memanfaatkan fasilitas ini seharusnya bsa mempersiapkan diri dengan beberapa syarat dan kegiatan pendukungnya. Syarat dan kegiatan-kegiatan itu meliputi :
a) Penampungan/ pembeliannya beras di Long Bawan dan Long Layu
b) Gudang penampungan beras di Long Bawan dan Long Layu
c) Gudang dan tempat pemanasan/ pengawasan di Nunukan
d) Modal usaha
e) Kemasan yang menarik
f) Jaringan pemasaran beras di Nunukan dan diluar Daerah
g) Skema kerja sama dengan bagian ekonomi dan pengusaha penerbangan susi air.

Untuk tahap awal sebaiknya dilaksanakan dengan kapasitas kecil yang menurut pertimbangan bisa terealisasi. Dari 2 lokasi di Krayan dan Krayan Selatan mungkin diawali darai Long Bawan dulu dengan kapasitas 1 ton/ minggu atau 0,5 ton/ trip dengan frekuensi 2 kali/ minggu.

Jika kapasitasnya 1 ton beras/ minggu berarti pembelian beras sekitar 70 kaleng per minggu. Harga Beras di Long Bawan sekarang ini sekitar Rp.100.000 s/d 120.000 per kaleng. Jadi kalau 70 kaleng berarti perlu disediakan anggaran pembelian beras sebesar Rp 7 - 8,4 juta per minggu.

Pengusaha juga perlu menyediakan anggaran lainnya, meliputi :
a) Biaya tenaga kerja pengumpulan
b) Biaya angkutan lokal dari gudang ke bandara
c) Biaya kemasan di Krayan dan kemasan di Nunukan
d) Biaya gudang di Long Bawan dan di Nunukan
e) Biaya tenaga dari bandara ke gudang di Nunukan
f) Biaya angkut pesawat dari gudang ke Nunukan
g) Biaya komersial/ pemasaran
h) Biaya administrasi
i) Biaya lain-lain

RENCANA PEMASARAN
Pasar beras Krayan ini bisa diarahkan ke beberapa tujuan
a) Konsumen para pegawai lewat kantor-kantor yang ada di Nunukan
b) Toko-toko/ mini marker di Nunukan dan Tarakan, dll
c) Outlet di bandara Nunukan dan Tarakan, dll
d) Supermarket di luar Daerah Surabaya, Balikpapan, Samarinda, dsb
e) Dan lain-lain


SKEMA ALUR TATA NIAGA BERAS KRAYAN


Perhitungan dan asumsi-asumsi harga per kg
 Kisaran Perkiraan
• Harga beras di Long Bawan Rp 6.700 - Rp 8.000 Rp 7.000
• Biaya tenaga angkut dan Rp 500 - Rp 1.000 Rp 600
Gudang di Long Bawan
• Ongkos pesawat Rp 2.000 - Rp 5.000 Rp 3.000
• Biaya tenaga angkut, gudang
Ada di Nunukan Rp 500 - Rp 1.000 Rp 600
• Biaya kemasan dan pemasaran Rp 500 - Rp 1.000 Rp 800
  Rp 11.200 - Rp 16.000 Rp 12.000

Seandainya perkiraan dan asumsi unit cost ini tepat maka unit cost beras Krayan sampai di Nunukan dengan kemasan yang ready to selling dengan harga Rp 12.000/ Kg, maka harga jual ditentukan sebagai berikut :


Alternatif harga 
Margin 
Unit Cost 
Harga konsumen

a) Rp.14.000/Kg 
Rp.2.000/kg 
16,6 % 
14,3 %

b) Rp. 15.000/Kg 
Rp.3.000/kg 
25,0 % 
20 %

c) Rp. 16.000/Kg 
Rp.4.000/kg 
33,3 % 
25 %



Dari tiga alternatif diatas bisa dipilih alternatif ke 2 dengan biaya konsumen Rp.15.000/Kg atau laba Rp 3.000/Kg dengan margin 25% dari unit cost atau 20% dari harga konsumen.

Dengan asumsi diatas kapasitas 1 ton/ minggu atau 4 ton/ bulan maka dapat dikutip sbb :
a) Modal yang diperlukan 4ton/ bulan x 12000/Kg = Rp.48 juta/ Bulan
b) Margin/ keuntungan yang diperoleh : 4ton/ bulan x 3000 = Rp.12 juta/ Bulan
c) Jika program bisa dimulai bulan Juli s/d Desember
 - 6 bulan 24 minggu efektif + 20 minggu
 - Maximal : 20 x 2 ton/ minggu 40 ton
 - Optimal 20 x 1 ton/ Minggu 20 ton

RENCANA KEMASAN

- Back ground : View persawahan di Krayan
- Tulisan  
 - Icon : Beras Organik Super Excelence
 - Merk : HOB (Heart Of Borneo)
 - Produsen : Gapoktan Pa’ Tereng, Liang Butan Krayan Nunukan Kaltim
 - Sponsor : Dibawah binaan BKP3D, Bagian Ekonomi setkab Nunukan
  Kerja sama dengan KTNA, HKTI Kec Krayan.
- Kemasan :
 - Jenis bungkus : Plastik transparan (PP) tebal
 - Ukuran : 1 Kg, 2 Kg, 5 Kg

- Perijinan :
 - Depkes
 - BBPOM
 - Barcode Numbre
 - Sertifikat Halal

Selasa, 16 Juni 2009

SISTEM KANDANG “NGEBROK” UNTUK TERNAK KERBAU DI KRAYAN

SISTEM KANDANG “NGEBROK” UNTUK TERNAK KERBAU DI KRAYAN

Oleh : Dian Kusumanto
 

 Populasi ternak Kerbau di Kecamatan Krayan dan Krayan Selatan cukup besar, paling besar untuk kawasan Kabupaten Nunukan. Menurut data terakhir ada seitar 5.000 ekor di seluruh Krayan dan Krayan Selatan. Pada umumya masyarakat beternak Kerbau masih berpola ternak lepas, tidak dikandangkan. Bisa dikatakan pola semi ranch dengan pemagaran areal penggembalaan, namun dilakukan dengan cara tradisional.

 Kerbau sering menjadi pengganggu usaha tani lainnya. Kerbau sering merusak padi di sawah, tanaman buah-buahan, sayur, palawija yang baru ditanam, dll. Bisa dikatakan Kerbau menjadi ‘hama besar’ yang mempengaruhi sikap dan semangat para petani untuk berusaha tani lainnya. Mereka sungguh tidak berdaya karena sistem adat masih belum mengadopsi pola-pola kandangisasi. Bila ada permasalahan masyarakat mengenai kerbau yang merusak tanaman, yang sering disalahkan adalah yang memiliki tanaman, kenapa tidak dipagari. Bukan menyalahkan yang mempunyai Kerbau kenapa tidak dikandangkan. Sistem ini menjadi kontra produktif dengan upaya pengembangan usaha tani lainnya.

 Maka perlu dicarikan alternatif model usaha ternak kerbau yang menguntungkan sekaligus tidak merugikan sistem usaha tani lainnya. Bahkan kalau bisa bersinergi dan dapat menghasilkan nilai tambah yang lebih banyak. Maka pola sinergi usaha ternak kerbau dan usaha tani lainnya harus bisa berpadu dan saling menguntungkan. Dengan demikian Kerbau bukan lagi menjadi hama besar, tetapi malah menjadi pendukung besar dalam usaha tani lainnya.  

Dari usaha tani berternak Kerbau harusnya bisa menjadi penghasil pupuk organik hebat yang berguna bagi usaha tani lainnya. Hal ini karena pupuk masih sangat langka dan sangat mahal di Krayan. Biaya transportasi yang sangat mahal menjadikan pupuk dari luar daerah tidak ekonomis lagi bagi usaha tani. Di samping itu ada semacam konvensi atau tekad untuk menjadikan Krayan dan Krayan Selatan menjadi kawasan ”Heart of Borneo” (HoB) yang bebas dari bahan-bahan kimia berbahaya. Sebaliknya menjadikan kawasan HoB ini betul-betul merupakan kawasan Organik (Organic Teretorial).

Kandang Ngebrok adalah istilah dalam bahasa Jawa, karena masih sulit menemukan padanan yang pas dengan Bahasa Indonesia. Ngebrok artinya terus tinggal di situ, mulai dari makan, buang kotoran, tidur dalam waktu yang cukup lama. Kandang Ngebrok adalah kandang yang dihuni oleh ternak yang tidak dipindah-pindah dalam waktu yang relatif lama, sehingga ternak kencing, buang kotoran dan makan dikandang tersebut. Ternak akhirnya seperti berkubang dengan kotorannya sendiri yang semakin lama semakin banyak, namun pada saatnya kandang diambil kotorannya dan dibersihkan.

Sistem kandang ngebrok ini sudah diterapkan oleh Peternakan Sapi Perah di Lembah Hijau Multifarm (LHM) Research Centre Jogjakarta. Sistem ngebrok ini diterapkan bagi pembesaran ternak sebelum menghasilkan atau dipungut susunya. Jadi mulai bibit sapi anakan sapih sampai menjelang dewasa Sapi Perah bibit dipelihara di dalam Kandang Ngebrok, setelah menjelang akan meghasilkan susu baru dipindahkan pada kandang biasa yang dijaga kebersihannya setiap hari.

 Kandang dibuat secara permanen dengan lantai semen berdinding semen setinggi 1 meteran. Atap dari asbes dengan teras dari kayu dan pagar pembatas dari besi pipa.
 Sistem ini pernah juga dilakukan untuk pengembangan sapi di Kediri. Sapi yang di kembangkan adalah sapi Limosin, Brahmana, dll. setiap kandang berisi sekitar 10 ekor dengan ukuran kandang 6 x 6 meter atau 8 x 8 meter. Kandang dibuat berbahan tanah berdinding bambu anyaman beratap daun kelapa atau alang-alang dengan tiang dari bambu.

Sistem Kandang Ngebrok ini sangat cocok bila diterapkan untuk ternak Kerbau di Krayan dan Krayan Selatan dengan beberapa syarat dan alasan sebagai berikut :

1. Sumber pakan harus tersedia secara cukup dan kontinyu. Sumber pakan dihasilkan di areal lahan yang memang khusus untuk penanaman sumber pakan HMT atau Azolla.
2. Sumber pakan harus tersedia pada jarak relatif dekat dengan tempat pemeliharaan (kandang). Kalau sumber pakan HMTnya terletak di daerah persawahan,maka Kandang juga diletakkan di dekat persawahan.
3. Ada tenaga manusia yang siap mengelola dan mengontrol setiap saat, oleh karena itu di dekat Kandang juga sebaiknya disediakan pondok untuk tempat beristirahatnya tenaga pengelola peternakan sistem kandang ngebrok ini. Jumlah orangnya disesuaikan dengan berapa besar populasi ternak kerbaunya. Pengaturan atau penjadwalan petugas bila dilakukan secara bergiliran di antara para anggota seyogjanya dibagi secara proporsioal sesuai jumlah kepemilikan ternak yang dititipkan di Kandang Ngebrok ini.
4. Pola ini harus dipahami secara sama oleh seluruh peternak yang terlibat, didukung oleh tetua-tetua adat dan para tokoh masyarakat yang berpengaruh.  
5. Ada teknologi yang dapat mengelola kotoran menjadi aman dan tidak berbahaya bagi ternak kebau yang ngebrok di kandang
6. Harus ada pola kerjasama antar petani/peternak/pemilik Kerbau yang menjadi anggota Sistem Kandang Ngebrok. Hal ini karena kandang akan menampung Kerbau dari beberapa pemilik/peterak/petani. Akan lebih baik kalau pola kerja sama ini dilembagakan secara adat dan diikat dengan suatu perjanjian bersama, aturan-aturan bersama yang mengikat seluruh petani/peternak yang terlibat.
7. ..


Apa keuntungan sistem Kandang Ngebrok untuk ternak Kerbau di Krayan. Keuntungan sistem ini sangat banyak bila diterapkan di Krayan antara lain sebagai berikut :

1. Ternak Kerbau tidak menjadi ’hama besar’ lagi, sehingga usaha tani menjadi lebih bergairah lagi tidak khawatir ada serangan kerbau.
2. Pemeliharaan Ternak Kerbau menjadi lebih intensif, sehingga pertumbuhan ternak menjadi lebih cepat besar dan lebih menguntungkan secara ekonomis
3. Sistem ini akan menghasilkan pupuk kandang yang terkumpul cukup banyak untuk keperluan pupuk yang murah bagi usaha taninya. Dengan demikian akan menggairahkan usaha tani lainnya karena tersedianya pupuk.
4. Dengan pola ngebrok, tenaga pemeliharaan ternak menjadi lebih ringan dibanding pola kandang intensif yang sudah lazim. Tenaga untuk pembersihan kotoran tidak perlu dilakukan setiap hari, namun tenaganya diganti dengan penyemprotan larutan probiotik yang dilakukan setiap hari. Penyemprotan tentunya memerlukan tenaga dan air yang relatif lebih sedikit atau lebih ringan, dibanding harus membersihkan kandang dan membuang kotoran setiap harinya. 
5. Air bisa lebih hemat. Air yang diperlukan untuk pembersihan kotoran jauh lebih banyak dibandingkan hanya dengan penyemprotan dalam sistem Kandang ngebrok ini.
6. Dengan berkumpulnya ternak di suatu tempat, maka masalah-masalah sosial atau perselisihan yang sering terjadi karena ulah Kerbau yang melampaui pagar dan memasuki areal lahan usaha tani menjadi berkurang bahkan tidak ada lagi.
7. Dalam jangka panjang usaha ternak kerbau akan sangat menguntungkan, sehingga Krayan dan Krayan Selatan bisa menjadi sentra kerbau sekaligus menjadi sentra produksi daging kerbau.
8. Pola yang dikelola dengan baik dan behasil akan menjadi pola yang akan mendapat banyak kunjungan dari daerah lain, dengan kata lain obyek Kandang Ngebrok ini akan menjadi daya tarik khusus bagi daerah luar, sekaligus menjadi kebanggaan bagi masyarakat setempat.


 
Lembah Hijau Multifarm (LHM) Research Centre

 
Lembah Hijau Multifarm (LHM) Research Centre
   

 Bagaimana pola pengaturan & pengelolaan Kandang Ngebrok ini. Pengaturan dan pengelolaan pola Kandang Ngebrok untuk Kerbau di Krayan dan Krayan Selatan dapat dilakukan sebagai berikut :

A. Pola Penyediaan Pakan
1. Sumber hijauan makanan ternak (HMT) dapat berasal dari rumput-rumputan seperti Rumput Gajah, King Grass, dll. Sumber bahan HMT alternatif lainnya adalah dari Azolla microphylla yang banyak tumbuh di sawah-sawah para petani Krayan. Azolla microphylla adalah sumber hijauan yang pertumbuhan dan perkembangannya sangat cepat dan sangat cocok pada tipe agro klimat seperti di Krayan dan Krayan Selatan.
2. Penempatan kandang harus dapat dijangkau dengan mudah dan terletak dekat dengan sumber pakan tersebut. Azolla tersedia di daerah persawahan, maka kandang yang ideal harus dekat dengan daerah persawahan dimana Azolla atau HMT lain tersedia melimpah.
3. Jumlah ternak yang dikandangkan harus seimbang dengan berapa luas atau berapa banyak Azolla dan HMT yang dapat dipanen untuk pakan ternak Kerbau ini.
4. Penyemprotan kandang dan kotoran ternak harus dilakukan secara rutin agar kondisi kandang dan kotoran dapat aman untuk ‘ngebrok’nya ternak di kandang tersebut. Bahan yang dilakukan untuk pengkondisian ini antara lain seperti yang diterapkan di Lembah Hijau Multifarm (LHM) Research Centre adalah Probiotic Starbio, Starbio Plus, Stardec, EM4, Bio Enzim, dll.
5. Maka harus dipersiapkan lahan untuk penanaman HMT secara cukup dengan perkiraan sbb:
1 ha dapat menghasilkan + 500 ton rumput gajah/karung beras/hari.
Jika 1 ekor hewan mengkonsumsi pakan HMT + 50kg/hari/ekor maka jumlah hewan yang bisa dipelihara : 500.000kg/hari x 1
 365 hari/thn 50 kghari/ekor.
 6. Jika perlu ditanam azolla diareal sawah yang dekat dengan kandang,jika azolla disiapkan secara khusus diatas lahan sawah kosong seluas 1ha maka akan menghasilkan + 360 ton azolla segar/tahun atau + 800kg/hari. Jika kerbau juga diberikan azolla kurang lebih 25 kg/hari/ekor maka akan dapat memberi makan + 32 ekor kerbau. Jadi untuk kerbau 30-32ekor kita perlu menyediakan 1ha HMT rumput gajah/king gress dan 1ha sawah kosing untuk penanaman azolla. Sehingga setiap hari akan disiapkan pakan alami berupa rumput gajah 1500kg dan 800kg azolla segar, karena setiap ekor kerbau diperkirakan akan memerlukan sekitar 50kg HMT dan 25kg azolla segar jumlah 75kg/hari/ekor.
 7. Pemanenaan rumput HMT dan azolla dilakukan setiap hari pada setiap sore atau pagi hari.
 8. Pakan suplemen yang disajikan berupa garam,dedak, dll. Bahan yang berguna yang sudah ada di Krayan dan tidak perlu mengambil dari daerah lain.

B. Sistem Kandang
 - Kandang dibuat dari bambu dengan atap terbuat dari daun alang-alang dan yang lain, Dinding kandang dibuat dengan anyaman bambu,kandang berlantai tanah saja, karena akan sangat sulit dan mahal bila dibuat dari semen.
 - 1 Unit kandang diisi antara 6-10 ekor kerbau dengan ukuran kandang model persegi sama sisi yang panjang/lebar sama yaitu antara 6-8meter.
 - Lantai kandang dibuat padat dan rata dengan posisi lebih tinggi dari sekitarnya, karena kalau hujan air hujan tidak membasahi kotoran yang telah terkumpul, maka perlu dibuat sistem dreinase/parit-parit kecil agar air tidak tergenang.
 
Potensi pangan Azolla di Krayan sudah tersedia sedemikian luasnya namun belum dimanfaatkan sebagaimana mestinya.

Apa sisi lemah yang mungkin akan terjadi jika wacana ini dapat dipraktekkan. Sisi lemahnya penerapan pola Kandang Ngebrok ini antara lain sebagai berikut :
1. Pembuatan kandang yang cukup besar
2. Biaya pembuatan kandang
3. Biaya pengadaan bahan probiotik dan pengangkutannya ke KRAYAN.
4. Teknologi ini relatif sangat baru dan sangat asing sehingga ada kemungkinan resistensi dari para tokoh masyarakat atau tokoh-tokoh adat .
5. Letak kandang yang relatif jauh dari pemukiman akan sangat menyulitkan para petani untuk mencapainya.

PERAN OJEK SEPEDA MOTOR DALAM SISTEM TATA NIAGA BERAS & BARANG DI KRAYAN


PERAN OJEK SEPEDA MOTOR DALAM SISTEM TATA NIAGA BERAS & BARANG DI KRAYAN

Oleh : Dian Kusumanto

Pada waktu dulu saat kebutuhan belum terlalu beragam, segala kebutuhan cukup ada di sekitar kita, setelah zaman berkembang, kebutuhan dan tuntutan hidup semakin bermacam-macam. Untuk mendapatkan kebutuhan yang bermacam-macam maka masyarakat memiliki komoditi beras sebagai alat tukarnya. Namun beras selama ini masih sangat sulit menjadi komoditi perdagangan ke dalam negeri karena sarana pengangkutan hanyalah melalui udara yang biayanya sangat mahal. Dengan harga yang mahal menyebabkan beras Krayan menjadi komoditi sangat mahal di dalam negeri sendiri. 

Yang menjadi masalah adalah kebutuhan yang bermacam-macam itu aksesnya yang relatif lebih baik adalah ke Ba’ Kelalan. Segala kebutuhan ada di Ba’ Kelalan, oleh karena itu Ba’ Kelalan menjadi tumpuan yang besar. Selama akses ke dalam negeri sendiri kurang lancar dan masih sangat mahal, maka ketergantungan dengan Ba’ Kelalan akan berkekalan alias semakin jauh. Akibatnya keadaan ini akan terus berlangsung, karena ketidakberdayaan kita mengatasi akses transportasi ini.

Keadaan inilah yang kemudian menjadi peluang bagi para pengojek sebagai alternatif alat transportasi masyarakat. Selama ini peranan ojek sudah sangat membantu bagi kelancaran arus perdagangan beras dari daerah-daerah produksi ke kantong-kantong konsumen bahkan ke para pedagang di Ba’ Kelalan. Demikian juga sebaliknya, kebutuhan barang-barang masyarakat dapat juga diperoleh dari Ba’ Kelalan dengan menggunakan jasa ojek sepeda motor ini.

Uraian selanjutnya setelah ini akan mengungkap peran ojek sepeda motor ini dalam sistem tata niaga beras dan barang di Krayan, khususnya dengan Ba’ Kelalan.

Jumlah Ojek dan frekuensi :
Masing-masing desa atau lokasi ada saja kaum mudanya yang bekerja di sektor jasa Ojek. Ada yang bersifat sebagai pekerjaan tetap (profesi), atau yang sebagai sambilan di saat libur sekolah. Frekuensi atau jumlah rit setiap pengojek dipengaruhi oleh ada tidaknya atau sedikit banyaknya barang yang akan diangkut, serta jarak angkut asal barang dengan tujuan barang. Karena tujuan pemasaran beras itu ke Ba’ Kelalan, maka Ojek selalu membawa beras ke Ba’ Kelalan. Sedangkan kembali dari Ba’ Kelalan mereka mengangkut segala barang keperluan sesuai yang dipesankan dari pengguna jasa Ojek tersebut.

 Long Bawan : 9 orang 1-3 kali/hari
 Berian Baru : 10 orang 1-3 kali/hari
 Kuala Belawit : 9 orang 1-3 kali/hari
 Pa’Betung L. Umung : 10 orang 1-3 kali/hari
 Terang Baru : 5 orang 1-3 kali/hari
 Long Midang : 20 orang, 4 kali/hari
 Long Api : 5 orang 4 kali/hari
 Buduk Tumu : 10 orang 4 kali/hari
 Dll. : 22 orang
 Jumlah : 100 orang
(Nara Sumber : Lafudi PPL Krayan, 2008)

Sedangkan menurut Sdr. Hengki PPL-THL TB Krayan, akhir-akhir ini (Juni 2009) jumlah ojek semakin banyak. Ojek sebagai profesi sudah lebih dari 100 orang, sedangkan ojek sambilan yang dilakukan oleh anak-anak muda Krayan juga semakin meningkat, terutama pada saat liburan sekolah dan saat-saat panen melimpah dengan cuaca kering serta jalan yang bagus, keseluruhan bisa mencapai 200-an orang. Mereka rata-rata membawa beras dari tempat masing-masing untuk dijual menuju Ba’ Kelalan, Sabah, Malaysia.

Di samping itu ada juga pengojek yang berasal dari Ba’ Kelalan yang biasanya membawa barang atau orang dari Ba’ Kelalan sendiri ke desa-desa (lokasi) di Krayan, ada sekitar 10 orang.

Kapasitas & Jenis barang angkutan Ojek :

 Beras ke Ba’ Kelalan : profesi : 6 – 9 kaleng/rit (90 – 135 kg/rit)
 Beras ke Ba’ Kelalan : sambilan (part time) : 3 – 4 kaleng/rit (45 – 60 kg/rit)
 Semen dari Ba’ Kelalan : 4 zak (200 kg)/ rit
 Minyak dari Ba’ Kelalan : 6 jerigen (+/- 150 liter)
 Gula dari Ba’ Kelalan : 8 zak (120 kg)
 Orang dari Ba’ Kelalan : 1 orang + semen atau yang lain.
 Besi
 Keramik
 Dll.

Kalau volume beras rata-rata yang bisa diangkut 100 kg per orang setiap rit, jika setiap hari mencapai 100 rit, maka jumlah beras yang terjual di Ba’ Kelalan mencapai 10 ton per hari.
Para pengojek ini hampir setiap hari bekerja, kecuali pada saat hari minggu, karena harus ibadah di gereja, atau bila cuaca terus menerus hujan sehingga jalan menjadi sulit dilalui, atau bila terjadi kerusakan pada kendaraan mereka. Biasanya mereka aktif mencari muatan berupa beras sampai masuk ke desa-desa, ke kampung-kampung atau lokasi-lokasi dimana ada petani yang menjual beras atau menitipkan beras untuk dijual.

Jika dalam setahun mereka bekerja selama 200 hari saja, maka jumlah beras yang dapat dipasarkan dan diangkut oleh para ojek ini akan mencapai 2.000 ton beras setahun. Dalam hitungan gantang berarti ada 571.428 gantang, atau dalam hitungan kaleng ada 133.333 kaleng beras.

Lalu berapa banyak gabah yang diperlukan sehingga menghasilkan beras 2.000 ton, jika rendemen atau konversi gabah menjadi beras 60% maka gabah yang diperlukan 3.333 ton. Jika setiap hektar petani bisa menghasilkan rata-rata 3 ton per tahunnya, maka luas areal untuk 2.000 ton beras tadi adalah 1.111 hektar. Kalau produktifitas lahan sawah bisa mencapai 4 ton per hektar, maka luasan yang diperlukan hanya 833 hektar dalam setahun.

Sedangkan luas areal sawah di Krayan sekarang ini mencapai 3700-an hektar. Jadi yang dijual ke Ba’ Kelalan hanya baru sebagian saja (sekitar 30 %). Sedangkan sisa hasil produksi yang 70 % itu bisa jadi digunakan untuk konsumsi pangan petani dan keluarganya, membayar perpuluhan gereja (10 % dari produksi), untuk pakan aneka ternak, keperluan sosial, dan cadangan.  

Upah jasa Ojek :

 Beras ke Ba’ Kelalan (dari L. Bawan): Rp 1.000 - 2.000/kg
 Semen dari Ba’ Kelalan : Rp 1.000 /kg
 Minyak dari Ba’ Kelalan : Rp 1.000 /kg
 Gula dari Ba’ Kelalan : Rp 1.000 /kg
 Orang dari Ba’ Kelalan : Rp 150.000/ orang + semen atau yang lain.
 Orang ke Ba’ Kelalan : Rp 70.000 - 80.000/ orang + beras
 Besi dari Ba’ Kelalan : Ukuran 12 ” Rp 15.000 per batang
  Ukuran 10 ” Rp 9.000 per batang
  Ukuran 8 ” Rp ?.000 per batang
 Keramik dari Ba’ Kelalan : Ukuran 20 cm Rp 20.000 per kotak
  Ukuran 30 cm Rp 25.000 per kotak
 (Nara Sumber : Lafudi PPL Krayan, 2008; Hengki, 2009)

Penghasilan para pengojek :

 Belanja Minyak (bensin) per rit @ 2 liter x Rp 15.000/ltr : Rp 30.000
 Ongkos Gate di Ba’ Kelalan : Rp 10.000
 Upah angkut bervariasi tergantung jumlah barang/ orang yang diangkut, namun rata-rata penghasilan kotor minimalnya Rp 150.000 setiap hari, dikurangi belanja minyak dan bayar Gate Rp 40.000, masih sisa Rp 110.000 per hari.  

Namun kalau mereka bisa membawa barang baik berangkat dan kembalinya, maka hasilnya akan lebih banyak. Demikian juga jika frekuensinya bisa lebih dari 1 PP setiap hari, maka penghasil para ojek bisa sangat tinggi. Bahkan ada yang sangat berhasil sehingga bisa membeli mobil dan mendirikan toko sendiri. Bisa dikatakan pekerjaan ojek ini memang sangat menguntungkan dan semakin banyak peminatnya selama akses angkutan darat dan udara belum banyak dan belum lancar. Apalagi jika ketergantungan dengan Ba’ Kelalan masih belum terpecahkan, profesi ojek masih sangat menarik sekaligus membantu tata niaga beras dan barang di Krayan.

Namun di sisi lain sebenarnya ada ketimpangan sekaligus kecemburuan dari petani. Petani yang sudah memberikan kontribusi besar sehingga beras yang sangat enak ada di pasaran, belum menerima proporsi yang memadai, tetapi masih lebih banyak diambil porsinya oleh sistem tata niaga yang belum adil. Sehingga para pelaku jasa angkut dan 


Organisasi Ojek :

Ojek belum terorganisir dengan baik, pada umumnya merupakan usaha perorangan. Namun ada beberapa pengusaha/ toko yang memiliki anggota ojek sendiri. Kelompok yang ada barangkali karena berdasarkan asal desa atau lokasi, namun belum terlembaga. Ada juga dikenal kelompok berdasarkan etnis seperti pengojek orang Asli Krayan, orang Jawa, orang Bugis, atau orang Ba’ Kelalan. Namun semuanya belum terorganisir dengan baik.

Pengguna jasa Ojek :

Pada umumnya pengguna jasa adalah perorangan. Sebagian kecil yang bekerja sama dengan para pedagang minyak, toko atau para kontraktor proyek.


Fluktuasi perdagangan beras

Keadaan perdagangan beras memang sangat berfluktuasi tergantung masa-masa tertentu. Pada musim kering atau kemarau perdagangan beras ramai, disebabkan karena jalanan kering sehingga faktor angkutan tidak menjadi masalah. Pada saat kebutuhan anak sekolah mulai meningkat (Juni-Juli-Agustus) perdagangan beras juga lebih ramai.  
Bulan Juni ini harga beras di Long Bawan mencapai Rp 100.000 per kaleng (beras kecil), untuk beras besar Rp 90.000 per kaleng. Isi per kaleng ada 15 kg beras.
Harga beras akan naik mulai bulan Agustus, September sampai Desember, di Long Bawan harga bisa mencapai Rp 130.000 sampai Rp 150.000 per kaleng.

Hitungan konversi harga dari per kaleng menjadi per kg, sebagai berikut :
Rp 90.000 per kaleng = Rp 6.000 per kg
Rp 100.000 per kaleng = Rp 6.666 per kg
Rp 110.000 per kaleng = Rp 7.333 per kg
Rp 120.000 per kaleng = Rp 8.000 per kg
Rp 130.000 per kaleng = Rp 8.666 per kg
Rp 140.000 per kaleng = Rp 9.333 per kg
Rp 150.000 per kaleng = Rp 10.000 per kg


Harga Beras di Ba’ Kelalan

Harga beras di Ba’ Kelalan sebenarnya relatif lebih rendah dibandingkan harganya di Long Bawan. Namun permintaan beras di Long Bawan tidak sebesar di Ba’ Kelalan. Ternyata agak susah memasarkan beras di Long Bawan, karena semua orang sudah punya persediaan, kecuali para pendatang atau orang-orang yang tidak memiliki sawah. Sehingga, apalagi kalau petani sudah memerlukan dana atau barang belanja maka pilihan yang paling cepat dan pasti adalah menjualnya ke Ba’ Kelalan, baik dlakukan sendiri atau menggunakan jasa ojek.

Pada Bulan-bulan seperti Bulan Mei dan Juni harga beras di Ba’ Kelalan sekitar RM 9 per gantang. Setiap gantang ada 14 mug (kaleng susu), setiap 4 mug adalah 1 kg, berarti 1 gantang ada sekitar 3,5 kg beras. Harga bisa turun hingga menjadi RM 8 sampai RM 7.50 per gantang, tergantung jumlah beras yang akan dijual. Semakin banyak beras yang akan dijual harga menjadi turun.

Namun pada saat perminaan konsumen luar negeri (di Ba’ Kelalan) naik, sedangkan di Krayan juga sedang diperlukan atau keadaan cuaca yang sering hujan, maka harga beras di Ba’ Kelalan akan naik. Harga yan cukup tinggi yaitu sekitar RM 12-13 per gantang biasanya terjadi pada Bulan 10, 11 dan 12, yang biasanya berlangsung sekitar 2 bulan saja. Pada bulan-bulan tersebut menjelang akhir tahun, dimana banyak persiapan acara untuk kegiatan keagamaan seperti Natal dan tahun baru. Jika RM 1 nilai tukarnya Rp 3.000, maka dapat dihitung harga beras dalam rupiah sebagai berikut :  

Harga beras di Ba’ Kelalan, ongkos ojek dan penerimaan petani
  Harga sebelum ongkos ojek Harga diterima petani
RM 7.50 per gantang Rp 6.428 per kg Rp 4.428 per kg
RM 8.00 per gantang Rp 6.857 per kg Rp 4.857 per kg
RM 9.00 per gantang Rp 7.714 per kg Rp 5.714 per kg
RM 10.0 per gantang Rp 8.571 per kg Rp 6.571 per kg
RM 11.0 per gantang Rp 9.428 per kg Rp 7.428 per kg
RM 12.0 per gantang Rp 10.285 per kg Rp 8.285 per kg
RM 13.0 per gantang Rp 11.142 per kg Rp 9.142 per kg

Selisih harga penjualan Beras (penerimaan petani) antara Long Bawan (Krayan) dan Ba’ Kalalan dalam (Rp/kg) :

Bulan -----------Long Bawan -----Ba’ Kalalan -------Selisih 
Bulan Juni ------6.666 ------------5.714 ------------1.166
-----------------------------------4.857 ------------1.809
-----------------------------------4.428 ------------2.238
Bln Agustus -----8.666 -----------7.428 ------------1.238
-----------------------------------6.571 ------------2.095
-----------------------------------5.714 ------------2.952
Bln Desember --10.000 ----------9.142 --------------858
-----------------------------------8.285 -----------1.715
-----------------------------------7.428 -----------2.572

Dari angka selisih nilai perdagangan beras di atas menunjukkan betapa pasrah dan tidak berdayanya petani dengan permainan harga dengan tata niaga yang tidak ada perlindungan sama sekali. Seandainya dilakukan beberapa upaya penampungan hasil panen petani pada tingkat harga yang wajar, tentu kerugian yang cukup besar dapat dihindari.

Harga yang terjadi di Ba’ Kalalan sebenarnya bukan harga nominal yang sesuai dengan harga normal ditingkat konsumen. Konsumen beras Krayan adalah di kota-kota di wilayah Sabah, Serawak sampai di Negara Brunei Darussalam.
Data terdahulu menyebutkan bahwa tingkat harga di daerah Miri, Lawas dan Ba’ Rio adalah RM 15 sampai dengan RM 20 per gantang. Berarti 2 kali lipat harga yang sedang terjadi di Ba’ Kalalan. Ini adalah sistem tata niaga yang sungguh tidak adil.

Sedangkan di Brunei Darussalam harga beras justru lebih tinggi hingga mencapai B$ 15 – 20 (kurs sekitar Rp 5.000 / B$). Sungguh penistaan sistem tata niaga yang sangat tidak adil. Namun demikian masyarakat Krayan seolah tidak berdaya melawan keadaan yang tidak adil ini. Apa boleh buat, belum ada pihak yang secara sungguh-sungguh melindungi hak-hak mereka sebagai produsen beras terenak di dunia. Hasil jerih mereka dalam menghasilkan beras yang paling disukai Raja Brunei ini tidak dihargai sepantasnya, justru yang menikmati adalah para pedagang yang kejam di Ba’ Kalalan, yang sebenarnya juga masih saudara-saudara satu etnis, bedanya mereka adalah warga negara Malaysia. Terlalu !!!

Kerugian petani Krayan, perampokan pedagang Ba’ Kalalan

Jika seandainya dari rata-rata 100 pengojek itu melakukan operasinya 200 kali dalam setahun, dan masing-masing mereka mengangkut 100 kg beras ke Ba’ Kelalan,maka jumlah beras yang diangkut mereka dan dijual di Ba’ Kelalan adalah sekitar 100 orang x 200 kali x 100 kg/orang/kali = 2.000 ton beras. Kalau selisih harga antara Ba’ Kalalan dengan di Krayan mencapai Rp 1.166/kg, maka kerugian yang dialami petani adalah Rp 2.332 juta atau Rp 2,332 M dalam setahun.

Sedangkan nilai keuntungan hasil perdagangan yang dialami oleh pedagang di Ba’ Kalalan yang menjual berasnya ke kota-kota di Sabah, Serawak dan Brunei bisa diprediksi sebagai berikut :
Asumsi :  
Jumlah beras yang diperdagangkan 2.000 ton per tahun

Kota Tujuan ----Pembelian di Ba’ Kalalan -------Harga jual -----Selisih (RM)

Miri ------------RM 9.0 -------------------------RM 20.0 ------RM 11.0
Lawas -------------------------------------------RM 15.0 ------RM 6.0
Ba’ Rio ------------------------------------------ RM 13.0 ------RM 4.0
Brunei -------------------------------------------RM 20.0 ------RM 11.0
  -------------------------------------------------RM 25.0 ------RM 16.0

Peluang mengurangi sistem perdagangan yang tidak adil dengan Ba’ Kalalan

Untuk mengurangi sistem perdagangan yang teras tidak adil ini antara lain sebagai berikut :
1. Memperlancar akses Beras dari Krayan Nunukan
2. Merintis perdagangan beras secara langsung dengan Brunei Darussalam
3. Mengurangi dominansi peran Ba’ Kelalan akan perdagangan beras maupun barang-barang
4. Melakukan pembelian beras yang lebih adil di Krayan
5. Memperluas pasar beras organik di luar negeri (selain Malaysia)

Memperlancar akses Beras dari Krayan Nunukan

Langkah yang paling dekat adalah memanfaatkan SOA barang untuk mengangkut beras dari Krayan ke Nunukan. Sebab biasanya pada saat kembali pesawat dalam keadaan kosong karena tidak ada barang yang dibawa. Belum ada masyarakat yang memanfaatkan fasilitas ini untuk membawa beras ke Nunukan. Belum ada pengusaha yang tergerak untuk berbisnis beras Krayan ini ke jalur dalam negeri. Asal biaya angkut tidak terlalu mahal atau bahkan bisa minim, maka beras Krayan akan dapat dipasarkan di Nunukan atau daerah lainnya.

Saat ini ada fasilitas SOA barang 3 kali dalam seminggu ke Long Bawan Krayan dengan Pesawat Susi Air dan ke Long Layu Krayan Selatan dengan Pesawat Kura-kura Aviation. Kapasitas daya angkut Pesawat Susi Air sekitar 1.000 kg beras, sedangkan Kura-kura 460 kg beras. Seandainya dimanfaatkan secara maksimal maka beras yang dapat diangkut ke Nunukan adalah sebagai berikut :
Beras dari Krayan 1.000 kg sekali x 3 kali/minggu = 3 ton/minggu = 12 ton/bulan = 144 ton/tahun
Beras dari Krayan Selatan 460 kg sekali x 3 kali/minggu = 1,38 ton/minggu = 5.52 ton/bulan = 66.24 ton/tahun. Jumlah beras maksimal yang bisa diangkut ke Nunukan, baik dari Krayan maupun Krayan Selatan adalah 210,24 ton per tahun.

Angka ini sebenarnya sangat kecil dibandingkan dengan yang diperdagangkan dengan ojek ke Ba’ Kelalan yang mencapai sekitar 2.000 ton dalam setahun. Oleh karena itu perlu ditingkatkan kapasitas, frekuensi, atau volume angkutan pesawat dari Krayan dan Krayan Selatan ke Nunukan. Katakanlah jika selama ini 3 kali dalam seminggu bisa ditingkatkan menjadi lebih banyak misalnya menjadi 10 kali, 20 kali atau 30 kali dalam semingggu. Kalau bisa 30 kali dalam seminggu maka volume perdagangan beras dengan Ba’ Kelalan dapat digantikan dan dikurangi dominansinya. Namun dengan 3 kali dalam seminggu ini bisa dilihat pengaruhnya. Kalau dapat meningkatkan posisi bergaining dengan Ba’ Kelalan maka tentu nanti akan menguntungka para petani. Tentu mereka akan khawatir kalau-kalau para pedagang beras di Ba’ Kelalan tidak mendapatkan beras lagi atau jatahnya berkurang.


Merintis perdagangan beras secara langsung dengan Brunei Darussalam

Sebenarnya Brunei Darussalam adalah pasar yang paling potensial bagi beras Krayan. Brunei selama ini secara diam-diam sudah menjadi pelanggan tetap beras Krayan, termasuk para keluarga kerajaan dan Sang Sultan Brunei sendiri. Brunei mendapatkan beras Krayan dalam jumlah beras melalui Ba’ Rio dan kota-kota lainnya seperti Lawas dan Miri, dll. Hanya sebagian kecil yang diperoleh langsung dari Krayan atau Ba’ Kelalan.

Jarak antara Brunei – Krayan (melewati Long Pasia tidak lewat Ba’ Kelalan) sebenarnya relatif dekat dan kalau jalan sudah terbuka maka dapat ditempuh dengan jalur darat dengan lama tempuh sektar 6- 8 jam. Ini tentu akan sangat merubah wajah Krayan menjadi sangat berseri-seri, karena beberapa sebab :

1. Perdagangan beras cukup dengan Brunei, Brunei juga senang karena pangannya lebih terjamin dari wilayah yang dekat dan aman.
2. Harga beras di Brunei lebih baik dari pada di Ba’ Kelalan bahkan dari Ba’ Rio, Miri dan Lawas. Yang selama ini sekitar hanya RM 9 per gantang, mudahan nanti akan dapat meningkat menjadi minimal RM 15 per gantang atau sekitar Rp 12.857 per kg.
3. Kalau harga cukup baik, maka dapat dipastikan perdagangan beras akan semakin bergairah, volume beras yan diperdagangan akan naik menjadi beberapa kali lipat. Kalau sekarang beras ke Ba’ Kelalan sekitar 2.000 ton per tahun, maka jika akses ke Brunei ini terbuka volume diproyeksi akan naik menjadi 4.000 sampai 5.000 ton beras per tahunnya.
4. Kalau 2.000 ton dihargai Rp 12.857 per kg, maka devisa yang masuk sekitar Rp 25,714 M per tahun.
5. Biaya ojek dapat lebih murah dan tidak memberatkan para petani. Dengan biaya ojek yang tinggi hasil penerimaan dari penjualan beras menjadi sangat kecil. Padahal petani telah bersusah payah menanam, panen, menjemur dan menggiling dengan kerja keras, maka sepatutnya mendapatkan penghargaan yang pantas melalui harga beli yang tinggi. Tidak adil jika hasil jasa ojek terlalu besar dan lebih besar dari petani.

(Bersambung)

MENUJU MANDIRI PANGAN DAN ENERGI

MENUJU MANDIRI PANGAN DAN ENERGI

Oleh : Dian Kusumanto

Pangan adalah kebutuhan dasar manusia untuk melangsungkan hidupnya. Masyarakat yang bisa memenuhi sendiri kebutuhan pangannya dan tidak tergantung dari luar disebut sudah mencapai kemandirian di bidang pangan. Sedangkan energi adalah sumber tenaga untuk menggerakkan peralatan guna membantu dan meringankan, mempermudah kehidupan manusia.  
 
Energi adalah bahan yang dapat menghasilkan atau dapat di ubah menjadi tenaga guna membantu aktifitas manusia lebih cepat, lebih mudah, lebih nyaman, dll. Namun energi sering diidentikkan dengan BBM (Bahan Bakar Minyak) saja. Karena fungsi BBM yang sangat vital dan sangat praktis menyebabkan manusia sangat tergantung dengan BBM. Padahal energi bukan hanya BBM saja.  

Masyarakat suatu daerah dikatakan mandiri energi apabila kebutuhan energinya (BBM) nya sudah bisa mencukupi sendiri dan tidak tergantung dari luar. Kalau energi hanya diartikan sebagai BBM maka akan sulit dicapai mandiri energi disuatu daerah. BBM bersifat global, karena BBM sulit dikelola secara mandiri di suatu daerah.

Seyogjanya sumber energi juga dicarikan alternatif yang lain selain BBM, agar setiap daerah bisa mengembangkan sumber-sumber alternatif untuk mencapai kemandirian energinya dari sumber-sumber energi yang tersedia di daerah tersebut. Pada daerah-daerah yang tidak ada sumber tambang penghasil BBM, maka daerah tersebut hendaknya dapat mengembangkan alternatif sumer energi lainnya. Dengan demikian ketergantungan energi dari pasokan luar daeraah dapat dikurangi. Tentu saja yang dikembangkan adalah sumber bahan energi yang bisa diolah sampai menghasilkan sumber energi yang sap digunakan.

BBM adalah energi yang berasal dari fosil bumi yang bersifat tidak dapat diperbaruhi (irreversible energy). Sekarang sudah dikenal sumber energi lain yang berasal dari tanaman yang bersifat dapat diperbarui (reversible energy), yaitu BBN (bahan bakar nabati) atau sering disebut sebagai Biofuel. Dua jenis biofuel yang semakin populer sekarang ini adalah Biodiesel dan Bioethanol. Biodiesel adalah sumber bahan bakar nabati untuk menggerakkan mesin Diesel, Biodiesel bisa mengantikan fungsi dari pada minyak Solar. Sedangkan Bioethanol adalah sumber bahan bakar nabati untuk menggerakkan mesin yang selama ini menggunakan bensin atau premium, dll.

Biodiesel dapat dihasilkan dari tanaman atau bagian tanaman yang mengandung minyak. Sedangkan Bioethanol dapat dihasilkan dari tanaman atau bagian tanaman yang mengandung gula, atau pati atau selulosa. Kalau suatu daerah ingin mengembangkan Biofuel sebagai alternatif sumber bahan energinya, maka tinggal memilih mana diantara Biodiesel atau Bioethanol disesuaikan dengan potensi yang bisa mendukungnya. Dengan penanaman tanaman penghasil Biofuel tersebut serta pengelolaan produksi Biofuel tersebut, maka suatu daerah akan dapat mencapai kemandirian energi, atau paling tidak sudah bisa mengurangi beban ketergantungan bahan energi dari daerah atau negara lain.

Seperti juga kebutuhan pangan, masyarakat hanya mengartikan bahwa bahan pangan pokok itu hanya identik dengan beras. Beras menjadi fokus perhatian kita semua, menjadi prestise, sekaligus menjadi prestasi kalau berhasil meningkatkan produksinya. Sehingga sampai sekarang beras selalu menjadi komoditas ekonomi dan politik yang sangat penting.

Padahal bahan pangan tidak hanya beras, masih ada jagung, ubi kayu, ubi jalar, sukun, talas, sorgum, sagu, dll. Konsumsi beras perkapita bangsa Indonesia paling tinggi di dunia, yaitu sekitar 140 kg beras/ kapita/ tahun. Sedangkan konsumsi beras di Jepang hanya sekitar 60 kg/ kapita/ tahun. Dengan penduduk Indonesia + 220 juta jiwa, maka diperlukan beras sekitar 30.8 juta ton beras per tahun. Seandainya pola konsumsi kita bisa turun, misalnya menjadi ”hanya” 100 kg/ kapita/ tahun maka akan bisa dihemat 8 juta ton beras.

Mandiri pangan adalah langkah awal menuju pada keamanan pangan. Sebab keamanan pangan itu menyangkut 3 aspek, yaitu produksi, distribusi, dan konsumsi. Pangan yang aman artinya pangan itu tercukupi secara jumlah, kualitas, dan kuantitasnya sampai kepada rumah tangga masyarakat kita.

Jumlah pangan yang tercukupi artinya hasil dari produksi masyarakat dari lahan-lahan pertanian kita ini cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh masyarakat. Memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat berarti dalam aspek distribusinya lancar tidak terkendala, sehingga bahan pangan sampai disetiap rumah tangga. Seluruh masyarakat bisa mengakses pangan, juga berarti masyarakat mempunyai kemampuan daya beli terhadap bahan pangan, berarti juga masyarakat mempunyai sumber pendapatan yang bisa untuk membeli bahan pangan secara cukup.  

Jadi bisa dikatakan bahwa, aman pangan sebenarnya adalah suatu keadaan dimana tida ada lagi kemiskinan. Karena kalau tidak ada orang yang mengakses bahan pangan biasanya adalah yang tidak memiliki penghasilan yang cukup. Oleh karena itu membangun ketahanan pangan itu berarti adalah menghapus kemiskinan. Kualitas pangan yang cukup artinya adalah pada aspek konsumsinya bahan pangan memiliki kandungan gizi yang pantas dan cukup untuk sehat, sehingga tergolong baik secara fisik dan mental manusia Indonesia .

Demikian juga dengan Terigu. Terigu atau (jagung gandum) adalah bahan pangan yang hampir seluruhnya diimpor dari luar negeri. Terigu adalah bahan pembuat mie, roti, dan aneka kue-kue. Konsumsi terigu normal (yang semuanya di impor) mencapai + 6 juta ton / tahun. (atau sekitar 30kg/ kapita/ tahun). Ini menjadi tantangan kita untuk ke depan tidak lagi tergantung dengan terigu. Kita harus bisa menciptakan alternatif bahan pangan yang menggantikan terigu. Banyak bahan yang bisa menjadi subsitusi terigu seperti tepung casava, tepung sorgum, tepung sukun, dll.

Tepung Terigu yang semakin mahal sebenarnya merupakan peluang bagi upaya mencari subsitusinya. Tepung casava bisa mensubstitusi sekitar 25% dari kebutuhan terigu untuk roti dan 50% s/d 100% untuk kue-kue lainya. Demikian juga tepung sorgum, tepung sukun, ubi jalar, dll. bisa juga mensubstitusi atau menggantikan sebagian atau seluruhnya bahan tepung terigu.

  Pencarian subsitusi terigu ini adalah upaya awal, namun selanjutnya harus diikuti dengan upaya-upaya dalam rangka meningkatkan pamor tepung-tepung non terigu dan memasyarakatkannya agar bisa menjadi pengganti terigu seterusnya. Tujuan penganeka ragaman pangan itu bermaksud agar kita bisa mandiri di bidang pangan dan tidak tergangu dalam bahan pangan yang lain.

Kemandirian pangan berarti awal dari keamanan pangan. Keamanan pangan menyokong kedalautan pangan, kedaulatan bangsa dan negara. Kita tidak mau terjajah lagi, tergantung dengan bahan pangan dari luar, sebab ketergantungan kita tidak bebas, selalu didekte politik dan ekonominya. Kita tidak mau terjadi krisis lagi, makanya syarat pertama adalah pangan harus aman.

Oleh karena itu upaya untuk menciptakan bahan pangan pokok alternatif, merubah pola konsumsi pangan meningkatkan daya tarik, daya minat, daya konsumsi dari berbagai sumber bahan pangan lokal yang ada, harus terus dan segera dilakukan. Disini peran ibu-ibu sangat penting karena ibu adalah pengendali keputusan di dapur, hal ini karena pangan kuncinya adalah di dapur. Organisasi para wanita seperti PKK, Dharma Wanita, atau organisasi wanita semuanya dapat menjadi trigger atau pemicu dalam upaya membantu terwujudnya keaneka ragaman bahan pangan di daerah.

Selain beras dan terigu, gula juga menjadi fokus perhatian. Gula adalah bahan pangan sumber pemanis. Konsumsi gula nominal kita tinggi, produksi bangsa Indonesia belum mencukupi kebutuhan konsumsinya. Gula sangat identik dengan tebu, padahal sumber-sumber bahan pemanis tidak hanya tebu, masih banyak yang lainnya. Sumber bahan pemanis yang sangat potensial dapat menggantikan dan mengungguli Tebu adalah Aren.  

Indonesia masih terus mengimpor gula dengan berbagai alasan, meskipun pada tahun 2009 ini kita bertekad sudah berswasembada gula. Bangsa Indonesia sangat menyukai gula untuk sebagian besar menu makanannya. Konsumsi gula perkapita sangat tinggi di dunia dibandingkan dengan negara-negara yang lain. Ketergantungan dengan gula memang sudah menjadi pola pangan bangsa Indonesia, minuman serba manis, makanan kue dan lain-lain lebih banyak yang manis-manis. Oleh karena itu gula adalah menu yang sangat peting bagi bahan pangan, bahan minuman masyarakat.

Gula memang identik dengan tebu, namun sebenarnya anyak sumber-sumber bahan pemanis yang tidak kalah dengan tebu, seperti nira Aren, Jagung, Ubi-ubian, sorgum, nipah, dll. Di antara bahan pemanis tadi yang paling besar potensinya adalah tanaman Aren. Dari sehektar lahan tebu dapat dihasilkan gula sekitar 7-12 ton/hektar/musim, sedangkan kalau Aren bisa mencapai sekitar 40-72 ton/ha/tahun. Pabrik gula berbasis Aren akan sangat murah investasinya, dan sangat efisien kerjanya, serta akan sangat menguntungkan. Dengan bahan tebu pabrik gula hanya bekerja selama sekitar 150 hari setahun, kalau dengan Aren setiap hari bisa terus bekerja.

Lahan tebu yang biasa menggunakan sawah dan lahan tanaman pangan lainnya, tentu mengurangi potensi produksi tanaman pangan seperti padi, jagung, kedelai, dll. Secara nasional lahan penanaman tebu hampir mencapai 400.000 hektar. Jika sebagian saja dapat disubstitusi dan lahan kembali dapat ditanami tanaman pangan, maka produksi pangan akan bertambah dan dapat mengurangi beban kemungkinan krisis pangan.

Aren mempunyai keunggulan yang sangat banyak dibandingkan Tebu, antara lain adalah :
- Produktifitas gulanya mencapai sekitar 40 – 80 ton/tahun/hektar, sedangkan Tebu hanya menghasilkan gula sekitar 7 – 10 ton/ha/musim.
- Pabrik gula berbasis Tebu hanya bisa aktif beroperasi sekitar 150 hari dalam setahun, sedangkan kalau Pabrik Gula berbasis Aren bisa sepanjang tahun.
- Investasi Pabrik gula berbasis Tebu sangat besar mencapai Rp 1,2 Trilyun dengan kapasitas 5.000 TCD, atau sama dengan membangun 6 unit Pabrik Kelapa Sawit. Sedangkan kalau Pabrik Gula berbasis Aren dengan kapasitas yang sama paling hanya memerlukan investasi sekitar 10-25 Milyard Rupiah.
- Disamping itu Tebu yang biasanya ditanam pada lahan petanian tanaman pangan (padi, kedelai, jagung dan lain-lain) berpotensi mengurangi produksi pangan nasional. Oleh karena itu mengganti bahan baku pabrik dari tebu ke nira Aren akan membuat revitalisasi industri gula menjadi semakin efisien dan menguntungkan. Cuma saja perubahan seperti ini harus dipersiapkan secara matang sehingga tidak terlalu menimbulkan akibat yang kurang baik.

Maka bijaklah dalam memilih sumber bahan pangan dan sumber bahan energi bagi daerah kita masing-masing agar kita bisa mencapai apa yang disebut berdaulat atau mandiri di bidang pangan dan berkedaulatan dengan energi atau mandiri energi.