........Selamat Hari Jadi Kab. Nunukan ke 13 tgl 12 Oktober 2012.......

Senin, 20 April 2009

Petani Krayan Kalimantan Timur yang menanam beras Adan kegemaran Sultan Hasanal Bolkiah


Petani Krayan Kalimantan Timur yang menanam beras Adan kegemaran Sultan Hasanal Bolkiah
 

SESEKALI pria berusia 66 tahun ini mengisap rokoknya dalam-dalam. Matanya menerawang jauh ke luar jendela. Dilihatnya hamparan sawah yang menghijau persis di depan rumahnya. "Kalau kita ingin cepat kaya sekali, bisa saja," kata Lewi Gala, Ketua Adat Kampung Long Layu.  

"Namun kami tidak ingin kaya kemudian sengsara sepanjang hidup kami. Coba lihat hutan-hutan di Jawa, Sumatra dan beberapa tempat lain yang hutan-hutannya sudah habis digunduli, akibatnya bencana banjir dan longsor dimana-mana," tambahnya. 

Lewi Gala menemani saya makan siang di rumahnya. Tangannya yang kecil namun kokoh berotot menggapai tepian jendela dan menariknya, agar bentangan kain yang jadi tempat tidur gantungnya tetap berayun.  

"Sayur pakis dan daun singkong yang kamu makan sekarang, juga makanan dari tumbuhan yang ada di Krayan Hulu. Semua alami, tanpa campuran bahan kimia pestisida. Demikian pula dengan tanaman padi di sawah dan ladang yang kami panen setahun sekali."

Tanpa malu saya menambah nasi. Walaupun hanya dengan lauk sayur pakis, daun singkong dan sepotong ikan goreng, makan siang itu terasa nikmat. Kelezatan Beras Krayan yang dikenal juga dengan beras Adan, menembus perbatasan Malaysia dan Brunai. Konon jadi makanan kegemaran Sultan Brunai, Sultan Hasanah Bolkiah.

Long Layu merupakan kampung terpencil di Kecamatan Krayan Selatan. Satu-satunya transportasi untuk mencapai Long Layu adalah menggunakan pesawat terbang dari Tarakan, dengan jadwal penerbangan sangat sedikit dan tidak pasti. Maskapai yang melayani penerbangan dari Tarakan ke Long Layu dan kampung-kampung lainya di Krayan Selatan seperti Pa'Upan, Long Rungan dan Binuang adalah Susi Air, Kura-Kura Aviation dan Mission Aviation Fellowship (MAF).

Kampung Long Layu, merupakan Ibu Kota Kecamatan Krayan Selatan, Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur, telah melalui sebuah perjalanan panjang. Pada tahun 1987 Lewi Gala mengumpulkan delapan desa di hilir Sungai Krayan untuk bersatu dan menetap di lokasi yang sekarang jadi Long Layu. 

Kampung-kampung di Krayan Hulu berada pada ketinggian 800 hingga 1500 an meter dari permukaan laut. Karena letaknya di kawasan perbukitan, udara di Krayan Hulu sejuk dan dingin di malam hari. Ini mengingatkan saya dengan kawasan Puncak di Jawa Barat atau Tawangmangu di Jawa Tengah. 

Dengan kondisi alam seperti ini sebenarnya dataran tinggi Krayan yang sebagian wilayahnya masuk kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang, sangat potensial untuk bercocok tanam seperti kol, wortel, sawi, timun, kentang, kacang-kacangan dan lain-lain.  

Demikian pula buah-buahan seperti durian, nangka, rambutan, mangga, lengkeng dengan mudahnya tumbuh di daerah subur itu. "Tapi untuk apa menanam itu semua, tidak ada pasar di sini. Siapa yang mau beli buah, sayuran dan beras, masyarakat punya semua," kata Lewi Galo. 

Menurut Lewi Gala, masyarakat di Krayan Hulu hanya menanam untuk kebutuhan makan sehari-hari. Baru beberapa tahun terakhir saja, beras Adan bisa dijual ke Long Bawan, kampung terdekat dari Long Layu, setelah akses jalan darat dari Long Bawan ke Long Layu dibuka. Sebelumnya jalur penghubung kedua lokasi ini hanya lewat transportasi udara.
***

WALAU jalur darat sudah terbuka, namun tidak bisa dibilang mudah. Kondisi jalan seadanya, dan rusak parah bila hujan turun. Ruas jalan sulit dilalui kendaraan roda empat. "Kalau melalui jalan ini jangan lupa bawa alat pancing, karena banyak kolam untuk memancing ikan di sepanjang jalan tersebut," canda Lewi Gali.

Hanya kendaraan ojek motor yang masih berani lewat. Namun dengan harga yang gila-gilaan mencapai Rp 500.000, belum termasuk barang bawaan. Waktu tempuh ojek motor bisa lima jam hingga dua hari tergantung kondisi alam, hujan atau kering. 

Yang membuat mahal transportasi darat selain sarana jalan yang buruk juga karana bahan bakar yang mahal bisa mencapai Rp 25.000 per liternya. Justru naik pesawat jauh lebih murah dari Long Bawan ke Long Layu yang hanya Rp.250.000 dengan waktu tempuh hanya 10 menit.

Kondisi inilah yang membuat Long Layu terisolasi, terbelakang dan terkucil. "Masyarakat Long Layu memendam benci tapi rindu kepada pemerintah Indonesia," ungkap Lewi Gala. "Kami merasa seperti belum merdeka, kami masyarakat Long Layu merasa terjepit, karena ditekan Malaysia dan tidak diperhatikan pemerintah Indonesia."  

Menurut Lewi Gala, warga Malaysia melakukan diskriminasi kepada warga Krayan. Harga kebutuhan pokok dari Malaysia dijual dengan harga sangat tinggi. Sementara mereka membeli produk warga Krayan dengan harga begitu rendah. Belum lagi upah kerja, ada perbedaan antara warga Krayan dengan warga asli Malaysia. Warga Long Bawan dan Krayan biasa membawa dan menjual hasil bumi ke perbatasan di kawasan Bakalala. 

"Kurang apa kesetiaan warga Krayan kepada Indonesia," lanjut Lewi Gala. Ketika konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia pecah tahun 1963, masyarakat Krayan membantu kebutuhan logistilk tentara Indonesia selama tiga tahun lamanya. "Sekarang kami merasa dilupakan. Sebenci-bencinya kami pada pemerintah Indonesia, kami tetap cinta Indonesia, tidak terbersit sedikitpun untuk ikut Malaysia." 

Lebih lanjut Lewi Gala mengungkapkan, "Kami tidak minta banyak kepada pemerintah Indonesia, kami hanya minta pemerintah membuka akses jalan dari Long Layu ke perbatasan dengan kota Miri di Sarawak, Malaysia yang jaraknya hanya 30 Km. Sehingga ada pasar untuk semua hasil bumi masyarakat di Krayan," tuturnya. (Dody Johanjaya)

Dipetik pada hari Kamis, 1 Januari 2009 | 23:48 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar