........Selamat Hari Jadi Kab. Nunukan ke 13 tgl 12 Oktober 2012.......

Senin, 20 April 2009

ELOI, Makanan pokok dari Singkong masyarakat Pedalaman Kabupaten Nunukan




ELOI, Makanan pokok dari Singkong masyarakat Pedalaman Kabupaten Nunukan

Oleh : Dian Kusumanto

  Eloi adalah makanan pokok masyarakat pedalaman di beberapa kecamatan Kabupaten Nunukan yang diolah dari Ubikayu alias Singkong. Eloi dibuat dari tepung pati sari ubikayu atau singkong dengan cara dimasak seperti membuat lem tapioka.

Di Kabupaten Nunukan ada 3 (tiga) kecamatan yang masyarakat aslinya mengkonsumsi Eloi sebagai menu makanan pokok hariannya, yaitu Kecamatan Lumbis, Sembakung dan Sebuku. Mereka sebagian juga menanam tanaman Padi Ladang atau Padi Sawah, namun hasil berasnya tidak mereka konsumsi tetapi dijual untuk mendapatkan uang bagi keperluan hidup lainnya. Masayarakat yang menjadikan Eloi sebagai bahan makanan pokoknya adalah dari suku dayak yang di pedalaman, khususnya dari suku Dayak Tujung, Dayak Tegalan dan Dayak Agabag.  

Bahan pembuatan tepung sari ubi, atau sering disebut sebagai tepung Nato, biasanya dibuat dari jenis-jenis Singkong tertentu yang banyak mengandung pati. Beberapa jenis ubikayu atau Singkong untuk bahan tepung Nato adalah jenis Singkong yang pahit. Kenapa dipilih Singkong yang pahit, karena biasanya hama seperti Babi tidak menyukainya. Padahal yang paling sering menjadi ancaman bagi petani adalah serangan hama Babi ini.  

Tepung Nato sebenarnya sama dengan tepung Tapioka, bedanya kalau Tapioka selalu disimpan dalam keadaan kering, sedangkan tepung Nato disimpan dalam keadaan basah bersama air di atasnya. Tepung Nato adalah istilah lokal untuk tepung Tapika basah, khusus istilah pada masyarakat Kecamatan Sebuku, Lumbis dan Sembakung di Kabupaten Nunukan.

Panen optimal tanaman Singkong agar kandungan tepung patinya tinggi atau pada tingkat optimal adalah paling tidak berumur sekitar 6 bulan. Di Kecamatan Lumbis paling tidak ada 4 jenis Ubikayu yang biasa diolah untuk Eloi, yang kesemuanya pada saat umur panen memang terasa pahit, namun rasa pahitnya hilang jika diolah menjadi Tepung Nato, bahan untuk makanan Eloi. Nama daerah Ubikayu untuk bahan Eloi tersebut adalah :
1. Ubikayu Sinalak
2. Uikayu Tadong Kabul
3. Ubikayu Kampuan
4. Ubikayu Inunnulai (kulit putih keperakan)

Menu makan Eloi dihidangkan dan dikonsumsi rata-rata mayarakat tadi minimal 2 kali dalam sehari. Dalam suatu keluarga dengan jumlah anggota sekitar 4 orang dapat menghabiskan Tepung Nato sekitar 1 baskom yang berisi sekitar 5 kg untuk selama 2 hari. Jadi rata-rata konsumsi Tepung Nato adalah sekitar 0,6 kg per hari per orang. Kalau dalam sebulan berarti dibutuhkan sekitar 18 kg/orang atau sekitar 216 kg tepung Nato per orang/tahun.

Ubikayu berkulit kalau dikupas menjadi sekitar 80% Ubikayu kupas, sedangkan Ubikayu kupasan bila diolah menjadi tepung Nato menjadi sekitar 18 %. Jadi kalau dihitung konversi Ubikayu berkulit hasil panen dari kebun menjadi tepung Nato adalah sekitar sekitar 15 %, maka jumlah konsumsi ubikayu sekitar 1.440 kg Ubikayu/tahun/orang. Jadi kalau dalam suatu keluarga ada 4 orang anggota maka diperlukan Ubikayu segar sekitar 5.760 kg Ubikayu/ tahun/ keluarga. Kalau dihitung satu musim Ubikayu dari tanam hingga panen, yaitu selama sekitar 6 bulan berarti diperlukan untuk konsumsi Eloi sekitar 2.880 kg Ubikayu/musim/keluarga. Jika seandainya ada juga kebutuhan Ubikayu untuk kepentingan sosial lainnya seperti pertemuan keluarga, adat dan acara-acara sosial lainnya maka dianggap kebutuhan itu meningkat menjadi sekitar 4.000 kg/musim/keluarga. Atau kalau dihitung perorang mejadi sekitar 1.000 kg  

Kalau diasumsikan bahwa produktifitas kebun Singkong sekitar 50 ton/ha/musim, maka Atau hanya diperlukan kebun Singkong seluas sekitar 800 m2 atau dibulatkan menjadi 1.000 m2 per keluarga dengan 4 orang anggota. Kalau dalam suatu keluarga mempunyai 1 hektar kebun Ubikayu dengan produksi dalam waktu 6 bulan sekitar 50 ton/ha, berarti keluarga tersebut masih mempunyai kelebihan cadangan Ubikayu sekitar 45 ton dalam setiap 6 bulan atau ada cadangan selama setahun sebesar 90 ton.  

Artinya masih sangat berlebih-lebih. Kelebihan ini memang biasa digunakan untuk keperluan-keperluan sosial dan lain-lain. Namun selama ini Ubikayu belum menjadi komoditi yang bisa diperjualbelikan yang bisa diganti dengan uang, mungkin karena semua anggota masyarakat memiliki kebun Singkong yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka masing-masing, dan memang akses untuk bisa menjual keluar hanya dalam bentuk umbi masih rugi di ongkos transportnya serta belum ada industri yang bisa menampung hasil kebun ini.

Cara membuat Tepung Eloi atau Tepung Nato
Pembuatan tepung Eloi atau tepung Nato ini sama dengan pembuatan tepung Tapioka. Karena sebenarnya yang dimbil adalah sari pati dari umbinya dengan jalan diparut dan diperas, adapun rincinya sebagai berikut :
1. Ubikayu atau singkong dipungut atau dipanen dari kebun

2. Ubi dikupas dan dicuci dengan air bersih

3. Ubi kemudian diparut

4. Hasil parutan ubi ini ditambah air sedikit-sedikit sampil diperas di atas saringan

5. Air sari pati ubi ini dibiarkan dalam baskom agar patinya mengendap

6. Tepung pati berwarna putih bersih ini akan mengendap di bawah permukaan air perasan atau memisahkan diri.
7. Setelah sekitar 2 jam pengendapan dianggap sempurna dan air diatas endapan pati kemudian dibuang.
8. Tepung Eloi yang putih bersih siap untuk diolah menjadi masakan Eloi.
9. Namun apabila ingin disimpan kembali tepung eloi ini selama ini tidak pernah disimpan dalam keadaan kering seperti tepun tapioka, namun disimpan dalam keadaan basah dan diberi air diatasnya. Supaya tahan lama disimpan biasanya air diatas tepung Eloi ini diganti setiap hari, tentu saja airnya harus air bersih.


Cara mengolah makanan Eloi

Eloi merupakan makanan pokok di daerah Pedalaman Kabupaten Nunukan yang funsinya seperti nasi. Eloi dikonsumsi sebanyak 2 sampai 3 kali dalam sehari, yaitu pagi siang dan sore atau malam. Namun menu pagi sebagai makanan sarapan pagi biasanya agak bervariasi. Pada saat musim padi, baik musim tanam ataupun musim panen menu sarapan pagi biasanya dari beras yang dimasak sebagai nasi atau diolah menjadi bubur. Pada musim bukan padi maka menu sarapan pagi kembali kepada bahan ubi. Bentuk olahan ubi sebagai sarapan pagi juga bervariasi, biasanya diolah menjadi bubur (Bubur Kunikutil), Kue Analog, Kue Budung, atau Eloi.  

Sedangkan menu wajib pada siang dan sore hari adalah Eloi yang diolah atau dimasak dengan cara sebagai berikut :

1. Tepung pati ubi diencerkan dengan air secukupnya dengan cara diaduk-aduk terus supaya tetap larut dan tidak mengendap atau menggumpal
2. Sementara itu air dipanaskan pada wajan atau kuwali diatas kompor yang menyala sampai hampir mendidih
3. Larutan tepung pati (no. 1) sambil terus diaduk, dituangkan secara perlahan diatas wajan yang airnya sudah panas tersebut dan kemudian juga langsung diaduk-aduk secara teratur sambil api agak dikecilkan.
4. Dengan terus diaduk sekitar 2-3 menit kemudian larutan tepung diatas wajan sudah berubah warna menjadi putih keruh.
5. Sambil terus diaduk biasanya ditambahkan air lagi ke atas wajan dan Bubur Eloi tadi kemudian berubah menjadi berwarna lebih bening seperti lem, sebagai pertanda bahwa bubur Eloi sudah masak.

6. Wajan diturunkan dari kompor dan bubur Eloi dibiarkan menjadi agak dingin, dan kemudian siap untuk dikonsumsi.

Cara mengkonsumsi Eloi

1. Bubur Eloi dihidangkan langsung dengan wajan tempat mengolahnya

2. Eloi biasanya dihidangkan dengan sayur pucuk ubi. Saur pucuk ubi biasanya juga dibumui dengan garam dan beberapa jenis ikan atau daging hasil buruan.

3. Penyedap masakan biasanya diambilkan dari daun tanaman bernama ”APA” yang memiliki aroma dan rasa seperti vitsin. Tanaman ”APA” ini memang khas tanaman yang ada di hutan pedalaman Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur.

4. Lauk pauk berupa ikan atau daging yang diawetkan dengan cara ”fermentasi” alami dengan bahan yang disebut sebagai ”LANAM”. Lanam dibuat dari ampas tepung ubi yang digoreng sangrai di atas wajan tanpa minyak. Ikan atau daging yang diawetkan dengan lanam disebut dengan ”TAMBA”.

Cara membuat LANAM 
Lanam dibuat dari ampas tepung sisa perasan eloi yang diolah dengan cara sebagai berikut :
1. Ampas dicuil sedikit demi sedikit diremas-remas dengan dua telapak langan agar berurai dengan ukuran serbuk yang merata dan tidak mengumpal.
2. Biasa juga ampas diperas dengan sangat kering dan sedikit dijemur sambil diurai, atau langsung disangrai diatas wajan dengan api yang tidak terlalu besar.
3. Ampas ubi ini terus diaduk-aduk dan dbalik-balik terus menerus sampai agak berwarna kecoklatan dan dianggap sudah masak.
4. Lanam siap untuk disimpan atau digunakan.

Cara membuat ”TAMBA”
Tamba adalah ikan atau daging yang diawetkan atau ”dimasak” dengan cara fermentasi menggunakan ”lanam” dengan cara sebagai berikut :
1. Ikan atau daging biasanya diiris tipis-tipis dulu dan dibuang durinya, baru ditaburi garam.
2. Beberapa saat kemudian daging atau ikan akan mengeluarkan cairan, cairan dikeluarkan dari daging dan ikan dengan cara ditekan-tekan atau diperas-peras.
3. Ikan atau daging yang sudah agak tiris dari cairannya kemudian ditaburi dengan lanam, kemudian disimpan di dalam tempayan atau guci.
4. Tamba siap dikonsumsi apaila ikan atau daging sudah masak. Untuk sampai masak biasanya memerlukan waktu sekitar 1 minggu. Tanda-tanda kemasakan ikan atau daging biasanya adalah dari perubahan warnanya menjadi lebih gelap atau putih gelap.
5. Tamba biasanya tahan atau awet sampai sekitar 1 bulan.

Pemasakan dan Pengawetan Ikan dan Daging dengan ASAP
Asap yang dimaksudkan adalah asap dari tungku yang berbahan bakar kayu di dapur.
1. Ikan atau daging diiris tipis-tipis kemudian dilumuri dengan garam atau lanam, atau bahkan tanpa diberi apapun.
2. Ikan dan daging disusun di atas togong atau susunan kayu yang berjejer agar jarang yang diletakkan di atas pengasapan dapur. Jarak antara togong dengan tungku sekitar 1 meter.
3. Pengasapan tidak dilakukan secara khusus, namun hanya mengikuti aktifitas tungku dapur dengan frekuensi 2, 3 kali atau lebih.
4. Ikan atau daging yang disimpam diatas asap bisa bertahan sampai sebulan atau lebih. Dan biasanya aromanya sangat khas.

Peran Perempuan sangat dominan

Pekerjaan menanam Ubikayu, memelihara kebun ubi, panen ubi, mengangkutnya sampai ke rumah, kemudian mengolahnya menjadi Eloi dan lain-lain dlakukan hanya oleh para wanita atau perempuan atau para ibu. Pekerjaan-pekerjaan tersebut biasanya dilakukan secara bergotong-royong, bisa 4,5 atau lebih wanita. Secara bergantian mereka bergotong-royong untuk memanen, mengangkut sampai memngolah Eloi bagi satu keluarga, meskipun mereka dari beberapa keluarga yang lain. Pada hari berikutnya berganti kepada keluarga yang lain, mereka tidak menghitung beapa besar jumlah anggota masing-masing, yang penting bisa mencukupi keperluan bagi keluarga yang sedang menjadi sasaran gotong royong tersebut.

Mereka bergotong-royong untuk kegiatan menanam, memanen, mengangkut ubi ke rumah sampai mengolahnya mejadi tepung pati ubi. Kalau 4 orang berarti secara bergotong royong membawakan sebanyak 4 kelong ( keranjang rotan yang digendong) ubi untuk salah satu keluarga. Banyaknya jumlah Ubi yang dipanen disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing keluarga sasaran gotong royong tersebut. Ini dilakukan secara bergantian dari keluarga satu ke keluarga yang lain. Dengan demikian beratnya beban pekerjaan rutin ini menjadi lebih ringan dirasakan karena dikerjakan secara bersama-sama dan dilakukan dengan senang hati. Hal ini termasuk sebagai kearifan lokal yang patut dijaga dan dikembangkan.


Namun demikian kaum perempuan tidak dapat mengakses pendapatan tambahan yang bernilai ekonomi dari kebun ubikayu ini.. Hal ini disebabkan karena hasil kebun yang ditanam belum bisa dijual menjadi uang, belum terbentuk sistem perniagaan atau agribisnis ubikayu. Belum ada lembaga atau swasta atau pegusaha yang menampung ubikayu atau produk olahan lainnya. Demikian juga Eloi, belum menjadi komoditi yang bisa dijual atau diukar menjadi uang, karena sistem budaya dan keadaan masyarakat yang masing-masing sudah memilki Eloi yang bisa digotong-royongkan.

Yang sudah mulai berlaku adalah mengupahkan pemarutan ubi kepada yang memiliki mesin parut dengan mesin. Upah jasa pemarutan belum bersifat sebagai usaha yang terbuka, masih semi bisnis dan sosial. Besarnya upah juga belum ada standardnya,namun biasanya sekitar Rp 5.000 per kelong ubi. Satu kelong atau keranjang beratnya bervariasi tergantung padat dan banyaknya isi, yaitu antara 20-30 kg. Katakanlah rata-rata ada 25 kg ubi per kelong, berarti upah nya sekitar Rp 200/kg ubi. Satu kelong kalau diambil patinya menghasilkan sekitar 1 baskom dengan berat sekitar 5 kg.

Kalau dari kebun dipanen 4 kelong ubi untuk satu keluarga berarti akan menghasilkan sekitar 20 kg tepung Eloi. Rata-rata konsumsi tepung Eloi per keluarga dengan anggota 4-5 orang sekitar 3,5 kg tepung Eloi per hari. Jadi 20 kg tepung Eloi bisa ntuk persediaan selama 5-6 hari. Jadi bagi Ibu-ibu yang bergotong royong untk melakukan aktifitas bersama ini ada jeda waktu antara 1-2 hari. Kalau anggota gotong royong ini ada 4, berarti dalam satu putaran gotong royong ini, selama 4 hari berturut-turut ke kebun dan mengolah Eloi kemudian ada jeda atau istirahat 1-2 hari tidak ke kebun.

Tepung Eloi atau tepung Nato basah bisa disimpan selama sekitar 1 bulan dalam keadaan basah di baskom dengan diberi air diatasnya, dengan cara setiap hari airnya diganti dengan air yan bersih. Kalau tidak diganti dalam waktu 2-3 hari akan terjadi fermentasi dan berbau, rasa Eloinya sudah berubah jika dimasak.  

Kadang untuk keperluan tertentu Eloi dimasak dalam jumlah banyak, sehingga tersisa untuk konsumsi hari itu. Eloi sisa konsumsi sehari sebelumnya masih bisa dikonsumsi lagi dengan cara dimasak ulang dengan penambahan Tepung Eloi baru dengan air secukupnya yang dimasak diatas perapian, diaduk-aduk bercampur dengan Eloi masak yang tersisa tadi.  

Konsumsi Eloi ini tetap dilakukan bila masyarakat sedang berada di luar daerah. Kalau tidak tersedia Tepung Eloi, mereka biasanya membeli Tepung Kanji atau Tepung Tapioka untuk penggantinya. Cara memasaknya sama. Namun aromanya berbeda, tidak seenak bila dibandingkan dengan tepung Eloi yang baru.  

Cara pembuatan Kue Inalog
Kue Inalog adalah sejenis camilan atau kue yang terbuat dari Tepung Eloi atau Tepung Nato atau Tepung Kanji Basah. Cara membuatnya sebagai berikut :
1. Tepung Eloi dibuat berbentuk butir-butir kecil dengan cara meremas dengan menggesekkan dua elapak tangan langsung di atas wajan yang sudah dipanasi.
2. Butir-butir akan jatuh di atas wajan yang panas dibentuk bundar tipis-tipis saja.
3. Kadang Tepung Eloi ini dicampur dengan Gula dan Garam atau parutan kelapa secukupnya, kadang-kadang tidak diberi apa-apa, artinya tepung saja.
4. Setelah butiran tepung merata berbentuk bundar tipis-tipis kemudian ditutup dengan selembar daun pisang. 
5. Sekitar 2-3 menit kemudian kue Inalog sudah masak ditandai dengan warna yang menjadi putih dan sedikit kecoklatan karena panas. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar