........Selamat Hari Jadi Kab. Nunukan ke 13 tgl 12 Oktober 2012.......

Senin, 20 April 2009

Beras Lokal Harus Penuhi Kebutuhan Daerah Agar Tidak Tergantung Pasokan dari Daerah Lain


Beras Lokal Harus Penuhi Kebutuhan Daerah Agar Tidak Tergantung Pasokan dari Daerah Lain

NUNUKAN - Beras lokal dari Krayan dan Krayan Selatan banyak diminati pedagang dari Malaysia dan Brunei, serta sebagian kecil ke Tarakan dan Nunukan.  Sedangkan beras lokal dari Sebatik dan Sebatik Barat banyak yang dikirim ke Tawau, Malaysia dan Tarakan serta Nunukan. Beras dari Lumbis banyak dijual ke Malinau dan Sebuku. Kemudian beras dari Sembakung banyak juga yang dijual ke Tarakan dan Sebuku.

Kabid Ketahanan Pangan Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Daerah (BKP3D) Nunukan Dian Kusumanto mengungkapkan, jika sistem distribusi dan akses transportasi antar kecamatan lancar, hasil beras dari Krayan dapat diangkut ke Nunukan dengan biaya yang murah, pasokan dari luar daerah tidak akan sebesar sekarang ini. 

“Kenyataannya, Kota Nunukan dan Sebuku masih sangat tergantung dengan pasokan beras dari luar daerah. Selain itu beras lokal masih kalah bersaing dengan beras dari Sulawesi dan Surabaya,” jelasnya. 

Pedagang masih sering mengeluhkan mutu beras lokal karena banyak butir beras pecah, beras kurang putih dan utuh, tidak awet dan cepat berkutu, sehingga penampilannya kalah bersaing dengan beras dari luar daerah. Sehingga konsumen kelas tertentu agak enggan membeli. 

Padahal sebenarnya, beras lokal lebih aman dikonsumsi karena tidak ada bahan pengawetnya. “Tidak terlalu putih sebenarnya lebih bergizi, sebab beras yang putih mengkilat sudah pasti kehilangan lapisan kulit ari yang banyak mengandung vitamin B kompleks,” terangnya.

Untuk perbaikan mutu ini sebenarnya sudah banyak dilakukan upaya pembinaan pasca panen bagi para operator mesin giling padi (RMU atau rice milling unit). Namun kadang para pengelola RMU masih belum konsisten dengan standar mutu yang diinginkan para pedagang dan konsumen, sehingga kadang masih saja dijumpai petani yang kesulitan memasarkan berasnya kepada para pedagang.  

Sebagian pengelola RMU mengeluhkan alat mesinnya yang masih satu fase, sehingga mutu beras hasil giling masih banyak yang patah-patah. Namun sudah ada juga pengelola RMU yang produk berasnya sudah bisa diterima pasar karena menerapkan standar mutu dari konsumen. 

“Masalah ini menjadi perhatian instansi terkait untuk terus membina para pengelola RMU dan terus melakukan mediasi dengan para pedagang beras yang ada, sehingga mutu dapat terus ditingkatkan dan dapat bersaing dengan beras luar daerah,” katanya. 

Defisit beras biasanya terjadi pada sekitar Bulan April, Mei, Juni dan Juli. Bulan Juni dan Juli merupakan puncak masa defisit karena cadangan dari panen petani sudah menipis. Mulai bulan Agustus, krisis beras mulai berkurang karena adanya panen padi di beberapa sentra produksi. Untuk mengantisipasinya, pemerintah harus dapat menjamin ketersediaannya pada bulan-bulan kritis tersebut. 

Caranya dengan membangun sistem cadangan pangan daerah, dengan langkah menyediakan dana cadangan pangan daerah dan membangun gudang beras di Kota Nunukan dan Sebuku, serta memasyarakatkan lumbung pangan desa di setiap kantong-kantong produksi.
Dana cadangan pangan daerah dapat berfungsi ganda. Selain menjamin adanya cadangan pangan, juga sebagai stabilisasi harga baik di tingkat produsen padi dan beras maupun di tingkat konsumen. 

Pada saat panen, dana ini bisa digunakan untuk menampung beras petani dengan standar harga tertentu sehingga harga tidak turun dan merugikan petani. “Demikian juga pada saat beras berkurang di tingkat konsumen, cadangan pangan yang ada dapat menekan terjadinya lonjakan harga yang tidak terkendali,” imbuhnya.(dew)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar