Saya, Singkong, dan Swasembada Pangan
Bude Binda
09 Feb 2013 | 13:08
Oleh Bude Binda
Ternyata kementrian pertanian telah membuat program swasembada beras tahun 2014. Swasembada beras ini dapat sukses antara lain dengan penambahan lahan tanam, dan penganekaragaman pangan. Saya tertarik dengan program yang kedua: diserfikasi pangan atau aneka ragam makanan. Apa maksudnya?
Seperti telah kita ketahui, sumber karbohidrat tak melulu dari beras. Selain beras ada juga sumber karbohidrat lain: gandum, sorgum, jagung, ketela, umbi (uwi), suweg (iles-iles), kentang, keladi, silakan tambahkan yang lain.
Jika gandum atau terigu yang merupakan produk turunannya adalah produk impor (walau sudah ada yang menanam gandum di Indonesia namun belum banyak), maka tanaman lain yang dapat kita hasilkan sendiri dan relatif mudah membudidayakan: ubi/ketela pohon, ubi jalar, ubi/uwi, suweg/iles-iles, keladi. Tanaman ini dapat hidup di pekarangan, tidak harus di sawah atau tegalan.
Jika kentang dan jagung memerlukan lahan yang berupa sawah atau tegalan/ladang yang banyak mendapat sinar matahari dan perlu perawatan khusus, maka tanaman yang disebut di atas ketela dan teman-temannya tak memerlukan perlakuan khusus. Pekarangan atau halaman rumah pun dapat ditanami, bahkan di sela-sela tanaman lain.
Swasembada beras akan berhasil pada tahun 2014. Syaratnya, selain memperluas lahan untuk menanam beras, juga dan justru yang penting masyarakat mau mengurangi konsumsi berasnya dengan mengganti dengan bahan pangan non beras. Toh nilai gizinya tak jauh berbeda. Bahkan kandungan indeks glikemiknya relatif lebih baik untuk penyandang diabetes.
Penganekaragaman pangan ini selain untuk mencapai swasembada beras juga demi kesehatan. Dengan berganti-ganti sumber karbohidrat tentu zat gizi yang masuk ke tubuh juga lebih beragam.
Bagi penyandang obesitas bahkan kabar baiknya berat badan dapat turun dengan mengurangi konsumsi nasi dan menggantinya dengan jagung, kentang, ketela, ubi jalar atau umbi yang lain. Tentu diimbangi pengaturan makan yang zat gizinya seimbang.
Tak usah takut tidak enak, nasi jagung jika dikombinasikan dengan urap dan lauk ikan asin, serta sambal terasi juga tak kalah mak nyus dengan nasi beras. Demikian juga thiwul atau nasi leye yang terbuat dari ketela pohon/singkong. Makan saja dengan thiwul sebagai pengganti nasi, dipadukan dengan sayur dan lauk apa pun enak.
Alangkah baik dan bijaknya jika pemerintah dalam hal ini kementrian terkait terus menerus mengkampanyekan makanan bervariasi tak melulu beras. Bisa jadi masyarakat tetap mengkonsumsi beras bukan karena tak mau mengganti sumber karbohidratnya melainkan karena ketidaktahuan tentang makanan non beras.
Jika masyarakat telah terdidik dengan baik, maka langkah selanjutnya masyarakat mudah menemukan bahan pangan non beras di pasar. Nasi jagung, thiwul instan, tepung mocaf misalnya mudah didapat di pasar tradisional, modern, atau pun di toko-toko roti/kue.
Saya telah mencoba mengurangi konsumsi nasi putih/beras dengan memvariasikan dengan nasi jagung, thiwul, singkong rebus, ubi jalar rebus, sukun rebus. Ternyata makanan pengganti nasi ini enak tak kalah dengan nasi yang terbuat dari beras. Alhamdulillah saya kian sehat dengan mengkonsumsi karbohirat yang beraneka ragam.
Di pekarangan samping rumah saya menanam singkong, ubi jalar, dan ganyong. Sebagai persediaan. Toh mudah cara menanam maupun perawatannya.
Ternyata swasembada pangan itu sederhana dan siapa pun dapat ikut andil. Mau berpartisipasi? Ayo tanam tanaman pangan lokal yang mudah dan murah. Variasikan nasi berasnya dengan bahan pangan lain. Dapat diselang-seling kok, misal pagi sarapan nasi jagung, siang beras, malam ubi rebus. Anda sepakat?
Kalau kita semua rakyat Indonesia mau ikut ambil bagian, maka swasembada pangan di tahun 2014 bukan hal yang mustahil! Salam kemandirian......
BUDE BINDA
Banjarnegara, Sabtu 9 Februari 2013
Sumber : http://m.kompasiana.com/post/read/532230/2/saya-singkong-dan-swasembada-pangan-.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar