Gula Yang Tidak Harus Putih
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Bila ada produk industri legal yang sangat massif di dunia tetapi penggunaaannya diupayakan ditekan juga oleh lembaga-lembaga resmi di dunia – maka produk itu adalah gula putih. Tahun 2012 United Nation World Health Assembly mencanangkan untuk menurunkan angka kematian dari apa yang mereka sebut Non Communicable Diseases (NCDs) 25 % pada tahun 2025. Saat ini sekitar 35 juta orang meninggal karena NCDs ini diantaranya jantung, diabetes , cancer dlsb setiap tahunnya. Lantas mengapa penggunaan gula putih ikut ditekan ?
Bila penyakit-penyakit itu ditimbulkan oleh rokok atau alcohol, maka biasanya negara-negara di dunia sudah punya aturan untuk menekan produk-produk jenis ini. Tetapi gula putih tidak, produksinya secara resmi diijinkan tanpa batas di seluruh dunia dan menjadi salah satu kebutuhan pokok bahkan untuk negara-negara yang tidak memproduksinya sendiri secara cukup.
Di dunia barat, gula putih sekarang dianggap sebagai musuh nomor satu dalam menu makanan mereka. Saat ini konsumsi mereka sungguh berlebihan sampai ada peneliti yang memperkirakan mencapai 22 sendok teh gula putih per orang setiap harinya.
Padahal menurut mereka sendiri berbeda dengan lemak dan protein yang dibutuhkan tubuh, gula putih tidak memberikan nilai nutrisi pada tubuh. Dia memberikan energi tubuh sesaat tetapi setelah itu dia tidak meninggalkan sesuatu kecuali penyakit bagi orang-orang tertentu.
Karena karakternya yang demikian, WHO didukung oleh kajian ilmiahnya menyarankan kontribusi energi dari gula seharusnya tidak lebih dari 5 % dari energi yang dibutuhkan tubuh manusia – inipun sudah termasuk gula dari buah-buahan, madu dan sumber gula lainnya.
Bila gula putih begitu banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya tersebut di atas, lantas mengapa dia tetap menjadi produksi industri yang sangat massif di seluruh dunia ? Disinilah masalahnya, industri pada umumnya digerakkan oleh motif mencari keuntungan – sehingga maslahat bagi masyarakat sering menjadi nomor yang kesekian.
Produk industri yang menambahkan zat-zat yang tidak perlu ke tubuh sambil sebaliknya mengambil zat-zat yang sesungguhnya diperlukan tubuh ya antara lain gula putih ini.
Dalam proses produksi gula putih umumnya melibatkan Sulphur Dioxide, Phosphoric Acid, Calcium Hydroxide dan Carbon Active – yang semuanya sebenarnya tidak diperlukan kehadirannya dalam gula. Sebaliknya zat-zat yang berguna dari dalam tebu malah dihilangkan ketika tebu diproses menjadi gula putih. Zat-zat tersebut adalah Calcium, Zat Besi, Magnesium, Potassium dan Phosphorus – yang semuanya dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan mineral di dalam tubuh kita.
Dengan proses dan kandungannya tersebut di atas, maka dengan mudah kita sekarang bisa tahu bahwa mengapa penggunaan gula putih berusaha ditekan oleh bahkan lembaga-lembaga resmi seperti WHO, juga Departemen Kesehatan R.I. yang berusaha menekan penggunaan gula, garam dan minyak.
Lantas bagaimana solusinya bagi kita yang terlanjur menyukai rasa manis di hampir semua menu makanan apalagi minuman kita ? Rasa manis bisa datang dari perbagai produk alam seperti madu, buah dan bahkan juga dari tebu itu sendiri.
Tebu yang menjadi salah satu penghasil gula atau rasa manis yang paling efektif, sebenarnya tidak harus dibuat gula putih. Bila tebu diproses menjadi gula yang disebut secara international sebagai brown sugar – gula coklat, maka prosesnya tidak memerlukan begitu banyak zat-zat yang tidak diperlukan – dan sebaliknya mempertahankan zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh.
Bagi para juru masak professional, brown sugar sebenarnya lebih mereka sukai karena flavor (aroma) dan teksturnya yang khas – flavor dan tekstur yang khas ini hilang ketika tebu diproses menjadi gula putih.
Jadi selain alasan kesehatan, alasan cita rasa semestinya juga mengunggulkanbrown sugar yang lebih alami ketimbang gula putih – mengunggulkan produk industri yang sederhana dengan tidak melibatkan zat-zat yang tidak diperlukan tubuh, ketimbang produk industri canggih yang malah melibatkan zat-zat yang tdak memberi manfaat.
Ini mengingatkan kita betapa pentingnya kita memperhatikan petunjuk Al-Qur’an untuk mencari makanan yang lebih murni – Azkaa Tho’aaman, ketimbang makanan yang sudah bercampur baur dengan zat-zat yang tidak jelas peruntukannya.
Dari sisi ekonomi, gula yang diproses alami seperti brown sugar juga akan lebih membuka peluang untuk dikembangkan dalam industri yang skalanya lebih kecil ketimbang gula putih. Ini baik untuk negeri ini yang lahan-lahan perkebunan tebunya banyak yang sempit dan menyebar.
Trend masyarakat dunia yang eager untuk kembali ke produk-produk alami juga bisa menjadi peluang Indonesia di era MEA (Masyarakat Ekonomi Asean), bahkan era perdagangan global – bila kita bisa fokus di produk-produk alami, ketimbang kita bersaing secara global dengan industri yang sudah massif seperti industri gula putih.
Maka disinilah peluangnya bagi kita semua, bagi muslim yang mencari makanan yang lebih murni – ini bisa menjadi jalan kita untuk memperoleh makanan yang lebih murni untuk rasa manis/gula yang kita sukai. Bagi perekonomian nasional, bisa menjadi cara untuk mengerem impor gula sekaligus peluang ekspor untuk gula jenis lainnya – yaitu brown sugar.
Lantas bagaimana membumikan ini semua agar masalah tidak tetap menjadi masalah, peluang tidak tetap menjadi sekedar peluang ? Disitulah peran Startup, untuk mengolah suatu masalah menjadi peluang dalam irama kerja yang cepat.
Startup baru yang saya tawarkan kepada para pembaca yang saya sebut Natural.ID misalnya, salah satunya bisa mengolah masalah gula ini menjadi peluangnya, demikian pula masalah tahu tempe yang saya ulas di tulisan kemarin (17/12/14) dan perbagai potensi lain yang terkait dengan hasil bumi negeri ini.
Bila kita bersungguh-sungguh berjuang di jalanNya, seperti berjuang untuk mencari makanan-makanan yang lebih murni ini (QS 18:19) – insyaAllah akan dibukakan perbagai jalan olehNya.
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh (berjihad) untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS 29:69)
Sumber : http://www.geraidinar.com/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/81-gd-articles/entrepreneurship/1527-gula-yang-tidak-harus-putih